c. Persidangan.
1. Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Sela.
Persidangan diawali dengan Pembacaan Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dakwaan JPU, murni hanya berdasarkan hasil BAP yang dibuat penyidik. Dalam dakwaan tersebut saya didakwa telah menanda tangani 10 lembar cek (seperti pada tabel berikut) dengan hanya berdasarkan 1 SP2D yaitu SP2D tunjangan Sertifikasi Guru. Artinya dengan 10 lembar cek tersebut, saya telah menarik uang Sertifikasi Guru yang total nominalnya ±Rp. 6,7 milyar, akan tetapi yang tersalur hanya ±Rp.3,8 milyar, yaitu yang ditarik dengan cek no.008897 (nomor urut 10). Sedangkan sisanya yang ditarik dengan cek nomor urut 1 s.d. 9 (total niminal ±Rp. 2,9 milyar) lagi saya biarkan digunakan Halomoan untuk kepentingan pribadinya serta untuk pengembalian Uang Persediaan (UP). (UP adalah uang yang diterima setiap SKPD pada awal tahun anggaran). Akibatnya sebanyak 233 orang guru tidak memperoleh haknya.
Adapun ke 10 lembar cek yang dituduhkan adalah sebagai berikut :
1. Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Sela.
Persidangan diawali dengan Pembacaan Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dakwaan JPU, murni hanya berdasarkan hasil BAP yang dibuat penyidik. Dalam dakwaan tersebut saya didakwa telah menanda tangani 10 lembar cek (seperti pada tabel berikut) dengan hanya berdasarkan 1 SP2D yaitu SP2D tunjangan Sertifikasi Guru. Artinya dengan 10 lembar cek tersebut, saya telah menarik uang Sertifikasi Guru yang total nominalnya ±Rp. 6,7 milyar, akan tetapi yang tersalur hanya ±Rp.3,8 milyar, yaitu yang ditarik dengan cek no.008897 (nomor urut 10). Sedangkan sisanya yang ditarik dengan cek nomor urut 1 s.d. 9 (total niminal ±Rp. 2,9 milyar) lagi saya biarkan digunakan Halomoan untuk kepentingan pribadinya serta untuk pengembalian Uang Persediaan (UP). (UP adalah uang yang diterima setiap SKPD pada awal tahun anggaran). Akibatnya sebanyak 233 orang guru tidak memperoleh haknya.
Adapun ke 10 lembar cek yang dituduhkan adalah sebagai berikut :
1. Cek Nomor 008170, Nilai Rp. 200.000.000,-
2. Cek Nomor 008171, Nilai Rp. 200.000.000,-
3. Cek Nomor 008172, Nilai Rp. 200.000.000,-
4. Cek Nomor 008173, Nilai Rp. 200.000.000,-
5. Cek Nomor 008174, Nilai Rp. 200.000.000,-
6. Cek Nomor 008175, Nilai Rp. 179.000.000,-
7. Cek Nomor 008895, Nilai Rp. 224.000.000,-
8. Cek Nomor 008893, Nilai Rp. 200.000.000,-
9. Cek Nomor 008898, Nilai Rp. 1.201.144.064,-
10. Cek Nomor 008897, Nilai Rp. 3.874.816.290,-
Pada persidangan berikutnya saya bersama dengan Penasehat Hukum (PH) mengajukan eksepsi (keberatan terhadap dakwaan). Inti keberatan yang saya ajukan adalah bahwa pada saat saya menanda tangani cek tersebut, tidak seperti yang didakwakan Jaksa, hanya berdasarkan SP2D sertifikasi Guru, akan tetapi berdasarkan SP2D mata anggaran masing-masing yaitu :
- Cek nonor urut 1 berdasarkan SP2D Pembinaan KKG
- Cek nomor urut 2 s.d. 8 berdasarkan SP2D Bantuan Siswa Miskin, dan
- Cek nomor urut 9 berdasarkan surat edaran Bupati tentang pengembalian UP/GU Nihil.
Kalaupun dana Tunjangan Sertifikasi Guru tidak terbayarkan, itu adalah akibat ketekoran yang seharusnya ditanggung jawabi oleh Pejabat sebelumnya. Sehingga dalam proses hukum ini telah terjadi kesalahan pengajuan terdakwa (error in persona).
Menanggapi nota keberatan ini, JPU mengatakan bahwa keberatan yang kami ajukan dalam eksepsi ini sudah masuk kepada materi tuntutan, sehingga tidak bisa diterima..
Mengadili pertikaian tahap pertama ini, Majelis Hakim memutuskan bahwa keberatan saya tidak dapat diterima (putusan sela), sehingga dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Atas putusan sela ini Saya berpikir, jika saya dapat menunjukkan ke dua SP2D, serta Surat Edaran Bupati yang menjadi dasar saya menanda tangani 9 lembar cek tersebut, pasti saya akan dibebaskan.
2. Pemeriksaan Saksi-saksi.
Pada persidangan pemeriksaan saksi-saksi, saya berupaya tekun mengikuti keterangan yang diberikan saksi-saksi. Beberapa diantara keterangan saksi yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya, saya bantah. Antara lain yaitu kesaksian dari Kepala Dinas Iskandar yang mengatakan bahwa Dia tidak mengetahui adanya kebocoran kas, saya bantah dengan menunjukkan copy buku kas umum bulan September 2010 yang saldonya selisih minus ±Rp 2,1 milyar dengan saldo rekening koran. Keterangannya yang mengatakan bahwa dia tidak mengetahui tidak tersalurkannya dana Tunjangan sertifikasi, yang saya bantah dengan menunjukkan surat pengantar penyaluran dana yang ditujukan ke Bank sumut yang ditanda tanganinya.
Demikian juga bantahan saya atas kesaksian BPKP yang mengatakan bahwa dasar perhitungannya menetapkan kerugian negara adalah berdasarkan tidak terbayarkannya Dana Sertifikasi kepada 233 orang guru, smentara saldo kas sudah nihil. Ini saya bantah dengan menunjukkan copy rekening koran per tgl. 31 Desember 2010 (akhir masa tugas saya sebagai KPA) masih ada saldo sekitar ±Rp. 14,1 milyar. Pada persidangan ini juga saya mengutarakan kekesalan saya, kenapa BPKP hanya memandang “pucuk” dari ketekoran ini saja, tetapi tidak menelusuri perjalanan keuangan dinas Pendidikan sejak awal tahun 2010 yang mengakibatkan tidak terbayarkannya dana Tunjangan Sertifikasi ini. Jika BPKP benar-benar melaksanakan tugas pasti ditemukan kapan mulai terjadinya kebocoran kas dan siapa yang seharusnya bertanggun jawab terhadap kebocoran tersebut.
Pada persidangan mendengarkan keterangan kami sebagai saksi sekaligus sebagai terdakwa bersama dengan Halomoan, saya menjelaskan bahwa saya belum pernah menanda tangani cek untuk menyalurkan dana Tunjangan sertifikasi kepada 233 orang guru. Cek tersebut sampai saat ini masih ditangan Kepala Dinas. Sehingga sampai akhir masa tugas saya sebagai KPA, saya menganggap dana Tunjangan Sertifikasi Guru masih ada dalam rekening Dinas Pendidikan. Selanjutnya saya jelaskan bahwa pada saat menada tangani 10 lembar cek yang didakwakan, saya terlebih dahulu melihat SP2D masing-masing (seperti penjelasan di atas). Untuk membuktikan penjelasan ini saya menunjukkan foto copy dari SP2D pembinaan KKG, SP2D BSM dan copy Surat Edaran Bupati, dihadapan majelis Hakim.
Atas pertanyaan Majelis Hakim yang yang menanyakan kemana raibnya dana sertifikasi Guru, Halomoan menjelaskan bahwa dana tersebut sudah terserap untuk menutupi ketekoran yang sudah terjadi sejak tahun 2009. Dan ini tidak sepengetahuan saya selaku KPA. Angka ±Rp. 2,9 milyar ini adalah akumulasi dari ketekoran-ketekoran sebelumnya. Pada persidangan ini Halomoan menguraikan kemana saja penyaluran dari dana tersebut sejak tahun 2009. “Kalaupun dana Sertifikasi tidak terbayarkan saat ini Bapak Hakim, itu bukanlah tanggung jawab dari Pak Purba, karena semasa beliau menjadi KPA, beliau tidak pernah menyimpang dari aturan pengelolaan administrasi keuangan, sehingga tidak ada sedikitpun kebocoran dana yang terjadi. Semua kebocoran ini terjadi pada masa pejabat sebelumnya”, kata Halomoan.
Dalam persidangan pemeriksaan perkara ini saya tidak ada mengajukan saksi ahli ad.hoc. sebab menurut saya tidak ada persoalan yang rumit yang perlu dijelaskan oleh seorang ahli. Bukti-bukti administrasi yang telah diajukan, ditambah dengan keterangan saksi, menurut logika saya sudah cukup untuk membantah dakwaan Jaksa. Alasan lain saya tidak mengajukan saksi ahli adalah karena ketiadaan dana saya untuk menghadirkannya.
3. Tuntutan JPU.
Setelah persidangan pemeriksaan saksi-saksi selesai, selanjutnya JPU mengajukan Tuntutannya. Dalam Surat Tuntutannya, JPU sudah mengubah kesalahan saya dari Dakwaan. Kalau dalam Dakwaan saya dipersalahkan dengan membiarkan dana sertifikasi digelapkan oleh Halomoan, sedangkan dalam Tuntutann ini saya dipersalahkan “dengan sepengetahuan saya telah mengalihkan dana Tunjangan Sertifikasi untuk membayarkan Pembinaan KKG, Pembayaran BSM dan Pengembalian UP”. Dalam hal lain JPU mengatakan bahwa kami tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran KKG dan BSM.
Untuk mendukung tuntutan ini, JPU banyak merubah keterangan saksi. Bahkan memunculkan keterangan saksi yang tidak pernah terungkap dipersidangan. Dengan keterangan saksi yang dimodifikasi ini, kesimpulannya JPU menuntut saya dengan penjara 6 tahun, ditambah dengan mengganti kerugian negara sebesar ±Rp. 1,45 milyar atau penjara 3 tahun, ditambah lagi dengan membayar denda sebesar Rp. 100 juta atau penjara 6 bulan.
Tuntutan kepada saya sama beratnya dengan tuntutan kepada Halomoan. Artinya JPU tidak mau repot memikirkan kejadian yang sebenarnya, seperti keterangan Halomoan yang mengatakan bahwa uang tersebut tidak ada sedikitpun saya nikmati; bahwa saya tidak mengetahui kebocoran tersebut selama saya menjadi KPA, dan fakta-fakta lainnya yang membedakan peran saya dengan Halomoan. Dari jumlah kerugian negara yang langsung dibagi rata dalam tuntutannya ini menunjukkan, begitu sederhananya pertimbangan JPU membuat tuntutan. Inilah salah satu fakta ketidak profesionalan Jaksa Penuntut Umum dalam hal ini.
Atas tuntutan JPU yang begitu berat, ditambah lagi dengan tuntutan yang tidak mempertimbangkan fakta/bukti persidangan, sayapun sudah mulai pesimis.
4. Pledoi.
Menaggapi Tuntutan JPU, sayapun mengajukan pembelaan (pledoi) pribadi, demikian juga PH. Dalam pledoi pribadi, saya menyorotinya dengan kacamata ilmiah, sehingga bantahan saya fokus terhadap data-data keterangan saksi yang dimodifikasi JPU. Satu persatu keterangan tersebut saya luruskan atau saya bantah sesuai dengan yang terungkap dipersidangan. Kemudian saya jelaskan bagaimana kronologis yang sebenarnya persoalan ini yang saya jalani selama menjadi KPA hingga mencuatnya perkara ini di kalangan Guru.
Searah dengan pledoi pribadi saya, PH dalam pledoi yang disusunnya juga menjelaskan bahwa saya tidak ada menyalahi prosedur dalam melaksanakan tugas. Kehilangan uang Sertifikasi Guru, bukanlah tanggung jawab saya, karena sudah terjadi sebelum saya menjadi KPA. Menurut PH, dalam persoalan ini saya adalah orang yang dibohongi, sehingga tidak dapat dituntut pidana. Dengan demikan PH memohon kepada Majelis Hakim agar membebaskan saya dari semua tuntutan JPU. Duplik PH ini disusun berdasarkan kacamata hukum, dengan menganalisis butir pasal yang didakwakan.
Untuk menguatkan semua penjelasan dalam pledoi ini, kami melampirkan foto copy sah SP2D serta foto copy Surat Edaran Bupati yang menjadi dasar saya menanda tangani cek yang dikatakan JPU menarik dana Tunjangan Sertifikasi Guru. Demikian juga Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) penyaluran dana KKG, BSM dan pengembalian UP, turut kami lampirkan untuk membantah tudugan Jaksa bahwa dana tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan. Demikian juga untuk memperkuat keterangan saksi, saya melampirkan flash disk yang berisi rekaman pembicaraan persidangan mendengarkan ketengan saksi.
Dengan lengkapnya bukti pendukung ini, saya berharap Majelis Hakim berksimpulan bahwa tuntutan Jaksa tidak terbukti, sehingga saya harus dibebaskan.
5. Replik.
Sesuai Acara Persidangan, kesempatan deberikan sekali lagi kepada JPU untuk menanggapi duplik yang telah kami ajukan (replik). Tanpa menanggapi poin-poin yang kami bantah dalam duplik, serta bukti-bukti yang kami ajukan, JPU dalam repliknya mengatakan “tetap pada Dakwaan dan Tuntutan”. Bahkan dalam replik ini JPU memunculkan kesalahan saya yang baru yaitu “menanda tangani cek bukan kewenangan saya”. Secara etika ilmiah, saya memandang betapa konyolnya cara berpikir JPU ini. Mereka sudah tidak bisa mengomentari duplik serta bukti-bukti yang kami ajukan, tetapi tetap ngotot menuntut supaya saya dijatuhi hukuman pidana seperti pada Tuntutannya.
6. Duplik.
Atas replik JPU ini, Majelis Hakim masih memberikan kesempatan kepada kami untuk memberikan pembelaan yang terakhir kalinya secara tertulis.
Karena tidak ada lagi argumentasi yang berarti dari replik yang diajukan JPU, maka sayapun tidak banyak mengomentari lagi isi replik. Kesalahan baru saya yang dimunculkan JPU “menanda tanggani cek bukan kewenangan”, hanya saya tanggapi singkat. Duplik ini saya fokuskan kepada pembuktian untuk menerangkan bahwa saya tidak seperti yang dipersalahkan dalam Tuntutan, yaitu “menarik uang sertifikasi dengan 9 lembar cek untuk pembayaran KKG, BSM dan pengembalian UP”. Memperkuat bantahan yang telah diajukan dalam Duplik, saya menambahkan lagi bukti baru yaitu rekening koran AC Dinas Pendidikan yang dikeluarkan Bank Sumut. Dalam rekening koran ini jelas terlihat bahwa dana KKG dan dana BSM ada masuk ke rekening Dinas Penididikan pada tanggal 29 dan 30 Desember 2010, berdadasarkan SP2D masing-masing. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi saya untuk tidak menanda tangani 9 lembar cek penarikan yang diajukan bendahara karena dananya sudah masuk ke rekening Dinas Pendidikan.
Dalam rekening koran ini juga jelas terlihat bahwa dari 10 lembar cek yang didakwakan, hanya 1 lembar yang digunakan untuk penyaluran Tunjangan Sertifikasi Guru. Sedangkan 9 lembar lainnya adalah ditarik tunai. (dana sertifikasi Guru disalurkan melalui transfer ke rekening tabungan masing-masing guru, tidak bisa ditarik tunai). Ini membuktikan bahwa benar 9 lembar cek lainnya adalah untuk menarik dana anggaran masing-masing sebagaimana SP2D yang dilampirkan Halomoan pada saat penanda tanganan cek tersebut.
Di akhir pembacaan duplik saya, saya menyerahkan foto copy rekening koran ini kepada Majelis Hakim.
Dengan adanya 4 alat bukti ini, saya berkeyakinan bahwa Majelis Hakim tidak akan sependapat lagi dengan JPU sehingga saya harus divonis bebas.
7. Vonis
Betapa terperanjatnya saya pada saat mendengarkan keterangan-keterangan yang dibacakan Hakim secara bergantian sebelum sampai kepada Putusan. Dalam argumentasinya Majelis Hakim sependapat dengan JPU yang mengatakan bahwa saya telah menyalahi peraturan dengan menanda tangani 10 lembar cek hanya bermodalkan SP2D Tunjangan sertifikasi Guru, tetapi hanya 1 lembar yang benar-benar disalurkan. Sementara 9 lembar lagi adalah untuk pembayaran mata anggaran lain yaitu KKG, BSM dan pengembalian UP, dimana ini saya lakukan adalah untuk menutupi ketekoran kas yang terjadi sebelumnya sudah saya ketahui. Sungguh suatu pertimbangan yang tidak logis.
Pada bagian berikutnya Hakim mengatakan bahwa karena saya tidak ikut menikmati uang sertifikasi tersebut sebagaimana yang terungkap dipersidangan, sehingga saya dibebaskan dari kewajiban mengganti kerugian negara. Maka Majelis berkesimpulan bahwa saya telah secara sah dan meyakinkan melanggar unsur pasal 3 Undang-undang no.31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan undang-udang no. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga saya harus dihukum penjara 3 tahun ditambah dengan denda 100 juta atau penjara 3 bulan.
Beginilah perjalanan proses hukum abal-abal yang saya alami, yang berakhir dengan Vonis 3 tahun penjara. Akhirnya saya berkesimpulan bahwa dalam mekanisme peradilan di negara kita, seseorang yang menjalankan tugas dengan baik, bisa dikondisikan menjadi terpidana seperti yang saya alami ini.
Kemana saya harus mengadu lagi ….???
2 komentar:
mana ada pak dalam ilmu akuntansi buku kas bisa minus??
Betul buku kas tidak bisa minus. Dlm hal ini, di buku kas tidak minus, tetapi yang terjadi setelah saya telusuri pada kejadian ini, jumlah uang yang ada dalam rekening + yang ada di brankas sudah jauh lebih sedikit dr pada yang tertera dalam Buku Kas Umum.
Thanks atas atensinya.
Posting Komentar