WAWANCARA
EKSKLUSIF DENGAN ADI SUSANTO PURBA
TERPIDANA
KASUS SERTIFIKASI GURU LABUHANBATU
“MASIH MEMUNGKINKAN UNTUK MELAPORKAN MASALAH KETEKORAN KAS SEBELUM SAYA
MENJADI KPA”
Fenomena
nuansa berpikir masyarakat akhir-akhir ini sungguh menunjukkan suatu ketidak
harmonisan antara Pemerintah dengan Masyarakat. Masyarakat sudah tidak percaya
lagi dengan ketulusan hati Pemerintahnya untuk melaksanalan pembangunan.
Masyarakat menganggap bahwa Pejabat Pemerintah itu lebih mengutamakan
memperkaya diri sendiri beserta koroninya daripada meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Ini terlihat dari reaksi spontanitas masyarakat yang menunjukkan
sikap senang setiap mendengar berita seorang pejabat pemerintah telah diproses
hukum atas tuduhan korupsi.
Namun tidak
demikian adanya dengan perkara korupsi Dana Tunjangan Sertifikasi Guru Labuhanbatu
sebesar ±Rp. 2,91 milyar dengan terpidana Adi Susanto Purba, mantan sekertaris
Dinas Pendidikan Labuhanbatu. Masyarakat Labuhanbatu pada umumnya menunjukkan
sikap kecewa dan prihatin, begitu mendengar berita vonis hukuman penjara 3
tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor Medan kepada Adi Susanto Purba.
Kekecewaan masyarakat ini semakin nyata terlihat dari antusiasme masyarakat
membaca tulisan Adi Susanto Purba yang berjudul “catatan perjalanan proses hukum perkara tipikor dana tunjangan
sertifikasi guru labuhanbatu”, yang kami muat pada edisi …………………………yang
lalu. Bahkan menurut pengamatan kami di lapangan, begitu banyaknya masyarakat
yang memfoto copy koran yang berisikan tulisan ini untuk karena keterbatasan
oplah koran yang kami sediakan.
Sebagai apresiasi
terhadap tulisan tersebut, ditambah dengan laporan hasil liputan persidangan yang
selalu dimuat selama ini, 6 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di
Labuhanbatu ditambah 1 Pemimpin redaksi Koran, serta kelompok Abang Beca Suzuya
Rantauprapat secara spontan menyurati Presiden serta lembaga Hukum di tingkat
Nasional, tingkat propinsi Sumatra Utara serta tingkat Kabupaten Labuhanbatu, yang
isinya memohon dilakukannya peninjauan kembali proses hukum atas perkara ini.
Menyikapi
respon masyarakat ini, serta didasari niat kami untuk memberikan kesempurnaan
informasi kepada Masyarakat, membuat kami merasa terpanggil untuk melakukan
wawancara langsung dengan Adi Susanto Purba, selaku orang yang merasa dijolimi
salam perkara ini. Untuk itu redaksi menugaskan Coky Pane dan Julius Marbun keduanya
adalah wartawan Pilar Indonesia Merdeka untuk melakukan wawancara yang
dilakukan pada hari Kamis tanggal 1 Maret 2012 di Rutan Tanjung Gusta Medan.
Berikut petikan wawancaranya.
(W = Wartawan ; A = Adi Susanto Purba)
W : Pada edisi dua minggu lalu, koran kita telah
memuat tulisan Anda tentang perjalanan Hukum yang Anda alami. Dan tyernyata
mendapat apresiasi positif dari warga Labuhanbatu termasuk petinggi Labuhanbatu.
Pada umumnya mereka merasa kecewa dan prihatin atas vonis Anda. Tanggapan Anda
?
A : Terimakasih
atas dimuatnya tulisan saya.
Apresisasi
positif ini menurut saya adalah
dikarenakan masyarakat sudah menggunakan logika untuk menilai sesuatu
permasalahan. Mereka mungkin menilai sungguh tidak wajar, dengan hanya 2 bulan
saya menjadi KPA bisa mengkorupsi uang sebanyak itu. Demikian juga diantara
pejabat Labuhanbatu, saya yakin sudah mengetahui sebenarnya bahwa kas Dinas
Pendidikan itu sudah bocor sebelum saya menjadi KPA, sehingga mungkin mereka
memandang, seharusnya bukan saya yang harus mempertanggung jawabkan kebocoran
ini.
W : Kalau Pejabat disana sudah mengetahui
ketekoran ini, kenapa Pemkab tidak melakukan upaya-upaya untuk dapat meluruskan
permasalahan ini secara hukum ?
A : Pada umumnya Pejabat Pemkab takut berurusan
dengan aparat Hukum. Karena sudah rahasia umum bahwa proses hukum di negara ini
bukan lagi berorientasi kepada keadilan, akan tetapi mengejar target. Tidak
bisa dipungkiri, setiap pejabat pasti mempunyai kesalahan berdasarkan
jabatannya. Dengan adanya kesalahan masing-masing ini, mereka takut dimasukkan
dalam daftar untuk memenuhi target oleh aparat hukum. Sehingga mereka memilih
untuk diam.
W : Informasi yang kami dapatkan, bahwa ada 6
LSM dan 1 Pemred koran serta kumpulan Abang beca Suzuya yang menduga bahwa telah
terjadi proses mafia hukum atas perkara yang Anda jalani ini. Mereka menyurati
Presiden, serta lembaga Hukum tingkat nasional, propinsi Sumut dan Pemkab
Labuhanbatu untuk meminta peninjauan ulang proses hukum kasus Dana Sertifikasi
Guru ini. Tanggapan Anda ?
A : Walaupun saat ini saya harus menginap dipenjara
ini, saya masih yakin bahwa cepat atau lambat, kebenaran pasti pasti terungkap.
Reaksi spontan dari LSM yang Anda sebutkan tadi, menunjukkan bahwa mereka ini
masih mendambakan penegakan keadilan di negara ini. Saya yakin, sebelum mereka
melayangkan surat, terlebih dahulu melakukan investigasi terhadap masalah hukum
yang sedang saya alami ini. Atas reaksi mereka ini saya ucapkan terimakasih,
semoga langkah yang mereka lakukan ini mendapat dukungan dari Masyarakat, dan
mendapat tanggapan dari aparat Hukum.
W : Apakah Anda sependapat dengan LSM yang menduga
bahwa telah terjadi mafia Hukum terhadap penanganan perkara ini ?
A : Seperti yang saya tuliskan pada tulisan saya
kemaren, Saya hanya berani mengatakan “tidak profesional”. Apakah benar aparat
hukum itu tidak profesional, atau sengaja melakukan proses yang tidak
profesional, masyarakatlah yang menilainya. Saya yakin sudah banyak masyarakat
termasuk pejabat yang pernah bersentuhan dengan masalah hukum. Jadi mereka
sudah merasakan sendiri.
Istilah
mafia hukum yang dikatakan para LSM tadi, saya yakini adalah berdasarkan hasil
pengamatan mereka terhadap proses hukum yang sudah banyak terjadi di
masyarakat.
W : Bisa
Anda uraikan apa saja ketidak profesionalan yang dilakukanaparat hukum dalam
menangani perkara korupsi Dana Tunjangan Sertifikasi Guru ini ?
A : Baik.
Kita mulai dari Penyidikan di kepolisian ya !
Seperti
kutipan dialog yang saya tuliskan dalam tulisan kemaren, Penyidik hanya
memandang perkara ini secara parsial. Penyidik hanya mempermasalahkan tidak
tersalurkannya Tunjangan Sertifikasi Guru. Kenapa tidak tersalurkan, mereka
tidak mampu menelusuri penyebabnya. Walaupun Halomoan (mantan bendahara-red)
telah mengatakan bahwa kebocoran ini sebenarnya telah terjadi sejak tahun 2009,
sehingga pengelolaan kas dilakukan dengan sistim tutup lubang gali lubang,
namun Penyidik tidak mampu mendapatkan bukti untuk melibatkan Pengguna Anggaran
pada masa terjadinya kebocoran itu. Padahal dalam Permendagri nomor 13 tahun
2006, jelas bisa digunakan sebagai dasar untuk melibatkan mereka. Pada Pasal 220 ayat 1 dikatakan : Bendahara pengeluaran secara
administratif wajib mempertanggungjawabkan
penggunaan uang kepada kepala
SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Ini kan menjelaskan bahwa tanggung
jawab mutlak tidak hanya berada dipundak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan
Bendahara ? Ini jelas menunjukkan bahwa Kepala Dinas Pendidikan tidak bisa
lepas tanggung jawab atas kebocoran ini.
W : Terus,
ketidak profesionalan Jaksa dimana dalam perkara ini ?
A : Pada prinsipnya, pola pikir Jaksa sama saja
dengan Polisi penyidik. Sama-sama tidak mampu melakukan proses untuk
mengarahkan pemeriksaan kepada orang yang seharusnya bertanggung jawab. Walaupun
dipersidangan Majelis Hakim telah menyarankan agar Jaksa mengembangkan perkara
ini dengan meneliti administrasi keuangan selama tahun 2010, tetapi Jaksa tidak
mampu melakukannya. Ini kan menunjukkan ketidak profesionalan ?
Hal
lain yang mengindikasikan ketidak profesionalan Jaksa adalah dengan berubah-ubahnya
kesalahan yang mereka tuduhkan kepada
saya sejak dari materi surat dakwaan, Surat Tuntutan, hingga materi Replik.
Selain tidak profesional, saya juga
mengatakan kalau Jaksa penuntut perkara ini tidak mempunyai hati nurani. Mereka
sanggup menuntut saya yang tidak melakukan korupsi dengan tuntutan 6 tahun
penjara serta mengganti kerugian negara, sementara orang yang jelas-jelas menikmati
uang tersebut, dibiarkan enak-enak menikmati hasil korupsinya.
W : Kalau
Hakimnya ?
A : Menurut saya Majelis Hakim dalam memutus
perkara ini tidak murni lagi untuk menegakkan keadilan, akan tetapi hanya
sekedar melempar bola panas ke Pengadilan Tinggi. Mereka sudah memprediksi
bahwa dengan vonis 3 tahun yang mereka tetapkan, (tidak mencapai 2/3) dari tuntutan 6 tahun, pasti
dinyatakan banding oleh Jaksa. Andaikan mereka benar-benar berorientasi kepada
keadilan, pasti mereka membebaskan saya sesuai bukti-bukti yang terungkap
dipersidangan, dan merekomendasikan penetapan tersangka lain yang benar-benar
harus bertanggung jawab atas perkara ini. Tidak ada satupun dasar Majelis Hakim
untuk menyatakan saya bersalah sesuai
pasal yang didakwakan.
W : Mengenai vonis terhadap Halomoan, bagaimana
tanggapan Anda ?
A : Kembali saya katakan, bahwa proses hukum
terhadap perkara ini sudah tidak profesional sejak awal. Yang seharusnya ikut
bertanggung jawab mengganti kerugian negara, tidak mereka libatkan menjadi tersangka.
Akhirnya, kerugian negara sebesar itu bulat-bulat dibebankan kepada pak Lomo.
Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa bendahara itu tidak bisa mengeluarkan
uang dari bank tanpa adanya tanda tangan dari Pengguna Anggaran (PA). Artinya,
PA pada masa terjadinya kebocoran itu pasti mengetahui telah terjadi
penyimpangan penggunaan dana, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
W : Sesuai
penjelasan Anda tadi, Siapa saja yang seharusnya bertanggung jawab atas tidak
terbayarkannya Dana Sertifikasi ini ?
A : Yach…. , berdasarkan keterangan Halomoan dan
sesuai fakta dipersidangan, tentunya yang bertanggung jawab adalah semua Pengguna
Anggaran sebelum saya, bersama sama dengan Halomoan, ditambah lagi dengan
Kasubbag keuangan pada masa terjadinya kebocoran itu.
W : Dipersidangan Halomoan ada menyebutkan
beberapa nama yang ikut menerima aliran dana ini, seperti oknum anggota polres,
anggota DPRD, LSM dan Wartawan. Menurut Anda, apa mereka ini tidak ikut
bertanggung jawab ?
A : Secara moral kalau mereka merasa pernah
menerima sesuatu dari Halomoan, seharusnya mereka ikut bertanggung jawab.
Setidaknya tanggung jawab terhadap Halomoan yang telah dibebankan mengganti
kerugian negara ini. Tapi secara hukum, pertanggung jawaban mereka dapat
diminta jika Halomoan mempunyai bukti-bukti penyerahan dana tersebut. Tapi,
begitupun, tidak tertutup kemungkinan untuk membuka kembali permasalahan ini
jika aparat Hukum menginginkannya. Kita lihat saja kedepan ini apa yang akan
terjadi.
W : Apakah Anda tidak merasa ada suatu skenario
dari orang-orang tertentu untuk mengorbankan Anda dalam perkara ini ?
A : Terasa ada, tapi terkatakan tidak. Satu
alasan saya untuk mengatakan “terasa ada” adalah dengan kebohongan pak Lomo
atas pertanyaan saya tentang kondisi keuangan pada awal saya menjadi KPA.
Jawabannya yang mengatakan “aman, tidak ada masalah” , jelas mengindikasikan
bahwa dia berupaya menutupi telah terjadinya ketekoran kas sebelum saya menjadi
KPA. Apakah ini merupakan skenario mereka, sulit untuk membuktikannya. Makanya
saya hanya bisa mengatakan “terasa ada”.
W : Upaya apa lagi yang Anda lakukan agar
permasalahan ini dapat diproses sesuai kejadian sebanarnya?
A : Secara hukum memang, perkara yang sama tidak
boleh diproses dua kali. Akan tetapi yang diproses ini kan masih masalah
tunjangan sertifikasi Guru seperti yang dikatakan penyidik pada saat menetapkan
saya sebagai tersangka? Jadi masih sangat terbuka kemungkinan untuk melaporkan
masalah ketekoran kas yang terjadi sebelum saya menjadi KPA untuk diproses
hukum. Karena bukti ketekoran ini masih ada saya pegang.
W : Dalam tulisan itu Anda mengatakan bahwa Anda
ikut merekomendasikan supaya Guru-guru mengadukan hal ini ke aparat hukum. Apa
dasar perWbangan Anda pada masa itu untuk merekomendasikan pengaduan tsb ?
A : Pada masa itu saya sudah tidak bisa bertanya
kemana-mana lagi tentang raibnya dana tunjangan sertifikasi. Kepala Dinas
melepas tanggung jawab dengan alasan bahwa semua permasalahan keuangan adalah
tanggung jawab KPA. Halomoan juga sudah tidak dapat saya hubungi pada masa itu.
Disisi lain, naluri pendidik saya juga yang tidak ingin kalau guru-guru ini
menjadi korban dari orang-orang yang mengkorupsi hak mereka. Ini semua yang
mendasari saya merekomendasikan mereka mengadu ke aparat hukum.
W : Menurut informasi yang kami dapatkan, Anda
pernah ditugasi bersama dengan 4 orang perwakilan Guru untuk mencari solusi
pembayaran dana Sertifikasi ini ke Kementerian Pendidikan di Jakarta. Apa hasil
yang diperoleh dari sana ?
A : Sekitar
bulan Juni kami bersama 4 orang perwakilan Guru korban sertifikasi (Pak Indra
Bustami, pak R.Beresman, pak Tongku Ridwan dan pak Hisar Siregar) berangkat ke
Jakarta untuk mencari solusi ke Kementerian Pendidikan. Disana kami
berkomunikasi langsung dengan kepala seksi yang membidangi masalah sertifikasi
guru. Jawaban yang kami peroleh disana adalah bahwa mereka tidak mampu untuk
mengganti dana Sertifikasi yang telah raib. Mereka menyarankan penyelesaian permasalahan
ini “cara kekeluargaan” di daerah.
W : Kabarnya setelah Anda pulang dari Jakarta, disaat
Anda sudah ditetapkan menjadi tersangka atas perkara ini, Anda langsung
dimutasikan dari sekertaris Dinas Pendidikan menjadi kabid Olahraga di Dispora.
Apa ada hubungannya ini ?
A : (menarik nafas dalam-dalam) Kalau mengingat
semua kepahitan yang saya alami yang berhubungan dengan masalah sertifikasi
ini, rasanya sudah cukup. Terlalu banyak na’as yang menimpa saya setiap
berurusan dengan masalah ini. Tidak etis saya ceritakan sekarang. Tapi guru
yang ikut bersama saya ke Jakarta pada masa itu sangat mengetahui semua na’as
yang saya alami.
Seperti
yang Anda katakan tadi, sepulang dari Jakarta, saya benar dimutasikan ke
Dispora.
Isu
yang saya dapatkan penyebab dari pemutasian ini, adalah akibat fitnah yang
dilakukan seseorang yang berkepentingan membuang saya dari Dinas Pendidikan. Saya
difitnah sebagai otak untuk melaporkan perkara ini ke KPK. Padahal saya sendiri
tidak tau kalau perkara ini ada dilaporkan ke KPK. Tapi sudahlah. Ini bukanlah
akhir dari segalanya. Usia saya masih relatif muda untuk bisa ikut berperan mewarnai
pemerintahan ini di masa yang akan datang.
W : Bagaimana
respons teman-teman Anda selama Anda ditahan ?
A : Cukup berfariasi. Ada yang setia, ada yang
bersandiwara, dan ada juga yang sama sekali melupakan hubungan persahabatan
dengan saya. Disaat seperti ini kita bisa mengenali siapa kawan yag sebenarnya,
dan siapa yang penghianat.
Bayangkan
saja, ada teman yang sama sekali tidak mau berkomunikasi lagi dengan saya,
padahal saya ikut berperan dalam peningkatan karir PNS-nya. Ada juga teman yang
selalu mengatakan prihatin atas nasib saya, tetapi saat kita minta bantuannya
untuk mendapatkan suatu administrasi bukti pendukung terhadap perkara ini, dia
tidak mau.
Cukup sakitlah nasib orang di penjara.
W : Terakhir,
apa yang ingin Anda sampaikan kepada pembaca ?
A : Saya hanya ingin menyampaikan, agar kiranya masyarakat
jangan takut untuk mengungkapkan kebenaran. Walaupun saat ini kebenaran sulit
didapatkan di negara ini, tetapi kalau masyarakat bersatu untuk memperjuangkan
kebenaran, perlahan-lahan pasti berpengaruh untuk menekan kesembronoan proses
hukum yang dilakukan oleh aparat lembaga hukum. Selanjutnya kepada para Pejabat
pemerintah, bekerjalah sesuai peraturan yang sebenarnya, agar tidak menjadi ATM
oknum aparat hukum.
Demikian
petikan wawancara kami dengan Adi Susanto Purba, dengan penuh keakraban dan
ketenangan. Namun dibalik cara bicara yang tenang itu, kami melihat adanya
nuansa kepedihan batin dalam diri Adi Susanto, yang tercermin dari sorot
matanya yang kosong dan penampilan lusuh.
Proses hukum
yang dilakukan terhadap Adi Susanto ini, sungguh merupakan potret hukum di
negeri ini, dan juga potret kejoliman dari orang-orang yang ingin cuci tangan
atas kekotoran yang telah dilakukannya. Kiranya kejadian ini dapat menjadi
bahan renungan bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar