Halaman

Senin, 12 Maret 2012

WAWANCARA KORAN PINDO MERDEKA


WAWANCARA EKSKLUSIF DENGAN ADI SUSANTO PURBA
TERPIDANA KASUS SERTIFIKASI GURU LABUHANBATU
“MASIH MEMUNGKINKAN UNTUK MELAPORKAN MASALAH KETEKORAN KAS SEBELUM SAYA MENJADI KPA”

Fenomena nuansa berpikir masyarakat akhir-akhir ini sungguh menunjukkan suatu ketidak harmonisan antara Pemerintah dengan Masyarakat. Masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan ketulusan hati Pemerintahnya untuk melaksanalan pembangunan. Masyarakat menganggap bahwa Pejabat Pemerintah itu lebih mengutamakan memperkaya diri sendiri beserta koroninya daripada meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini terlihat dari reaksi spontanitas masyarakat yang menunjukkan sikap senang setiap mendengar berita seorang pejabat pemerintah telah diproses hukum atas tuduhan korupsi.
Namun tidak demikian adanya dengan perkara korupsi Dana Tunjangan Sertifikasi Guru Labuhanbatu sebesar ±Rp. 2,91 milyar dengan terpidana Adi Susanto Purba, mantan sekertaris Dinas Pendidikan Labuhanbatu. Masyarakat Labuhanbatu pada umumnya menunjukkan sikap kecewa dan prihatin, begitu mendengar berita vonis hukuman penjara 3 tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor Medan kepada Adi Susanto Purba. Kekecewaan masyarakat ini semakin nyata terlihat dari antusiasme masyarakat membaca tulisan Adi Susanto Purba yang berjudul “catatan perjalanan proses hukum perkara tipikor dana tunjangan sertifikasi guru labuhanbatu”, yang kami muat pada edisi …………………………yang lalu. Bahkan menurut pengamatan kami di lapangan, begitu banyaknya masyarakat yang memfoto copy koran yang berisikan tulisan ini untuk karena keterbatasan oplah koran yang kami sediakan.

Sebagai apresiasi terhadap tulisan tersebut, ditambah dengan laporan hasil liputan persidangan yang selalu dimuat selama ini, 6 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Labuhanbatu ditambah 1 Pemimpin redaksi Koran, serta kelompok Abang Beca Suzuya Rantauprapat secara spontan menyurati Presiden serta lembaga Hukum di tingkat Nasional, tingkat propinsi Sumatra Utara serta tingkat Kabupaten Labuhanbatu, yang isinya memohon dilakukannya peninjauan kembali proses hukum atas perkara ini.
Menyikapi respon masyarakat ini, serta didasari niat kami untuk memberikan kesempurnaan informasi kepada Masyarakat, membuat kami merasa terpanggil untuk melakukan wawancara langsung dengan Adi Susanto Purba, selaku orang yang merasa dijolimi salam perkara ini. Untuk itu redaksi menugaskan Coky Pane dan Julius Marbun keduanya adalah wartawan Pilar Indonesia Merdeka untuk melakukan wawancara yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 1 Maret 2012 di Rutan Tanjung Gusta Medan.
Berikut petikan wawancaranya.
(W = Wartawan ; A = Adi Susanto Purba)
W :    Pada edisi dua minggu lalu, koran kita telah memuat tulisan Anda tentang perjalanan Hukum yang Anda alami. Dan tyernyata mendapat apresiasi positif dari warga Labuhanbatu termasuk petinggi Labuhanbatu. Pada umumnya mereka merasa kecewa dan prihatin atas vonis Anda. Tanggapan Anda ?
A  :    Terimakasih atas dimuatnya tulisan saya.
Apresisasi positif  ini menurut saya adalah dikarenakan masyarakat sudah menggunakan logika untuk menilai sesuatu permasalahan. Mereka mungkin menilai sungguh tidak wajar, dengan hanya 2 bulan saya menjadi KPA bisa mengkorupsi uang sebanyak itu. Demikian juga diantara pejabat Labuhanbatu, saya yakin sudah mengetahui sebenarnya bahwa kas Dinas Pendidikan itu sudah bocor sebelum saya menjadi KPA, sehingga mungkin mereka memandang, seharusnya bukan saya yang harus mempertanggung jawabkan kebocoran ini.
W :    Kalau Pejabat disana sudah mengetahui ketekoran ini, kenapa Pemkab tidak melakukan upaya-upaya untuk dapat meluruskan permasalahan ini secara hukum ?
A  :    Pada umumnya Pejabat Pemkab takut berurusan dengan aparat Hukum. Karena sudah rahasia umum bahwa proses hukum di negara ini bukan lagi berorientasi kepada keadilan, akan tetapi mengejar target. Tidak bisa dipungkiri, setiap pejabat pasti mempunyai kesalahan berdasarkan jabatannya. Dengan adanya kesalahan masing-masing ini, mereka takut dimasukkan dalam daftar untuk memenuhi target oleh aparat hukum. Sehingga mereka memilih untuk diam.
W :    Informasi yang kami dapatkan, bahwa ada 6 LSM dan 1 Pemred koran serta kumpulan Abang beca Suzuya yang menduga bahwa telah terjadi proses mafia hukum atas perkara yang Anda jalani ini. Mereka menyurati Presiden, serta lembaga Hukum tingkat nasional, propinsi Sumut dan Pemkab Labuhanbatu untuk meminta peninjauan ulang proses hukum kasus Dana Sertifikasi Guru ini. Tanggapan Anda ?
A  :    Walaupun saat ini saya harus menginap dipenjara ini, saya masih yakin bahwa cepat atau lambat, kebenaran pasti pasti terungkap. Reaksi spontan dari LSM yang Anda sebutkan tadi, menunjukkan bahwa mereka ini masih mendambakan penegakan keadilan di negara ini. Saya yakin, sebelum mereka melayangkan surat, terlebih dahulu melakukan investigasi terhadap masalah hukum yang sedang saya alami ini. Atas reaksi mereka ini saya ucapkan terimakasih, semoga langkah yang mereka lakukan ini mendapat dukungan dari Masyarakat, dan mendapat tanggapan dari aparat Hukum.
W :    Apakah Anda sependapat dengan LSM yang menduga bahwa telah terjadi mafia Hukum terhadap penanganan perkara ini ?
A  :    Seperti yang saya tuliskan pada tulisan saya kemaren, Saya hanya berani mengatakan “tidak profesional”. Apakah benar aparat hukum itu tidak profesional, atau sengaja melakukan proses yang tidak profesional, masyarakatlah yang menilainya. Saya yakin sudah banyak masyarakat termasuk pejabat yang pernah bersentuhan dengan masalah hukum. Jadi mereka sudah merasakan sendiri.
          Istilah mafia hukum yang dikatakan para LSM tadi, saya yakini adalah berdasarkan hasil pengamatan mereka terhadap proses hukum yang sudah banyak terjadi di masyarakat.
W :    Bisa Anda uraikan apa saja ketidak profesionalan yang dilakukanaparat hukum dalam menangani perkara korupsi Dana Tunjangan Sertifikasi Guru ini ?
A  :    Baik. Kita mulai dari Penyidikan di kepolisian ya !
Seperti kutipan dialog yang saya tuliskan dalam tulisan kemaren, Penyidik hanya memandang perkara ini secara parsial. Penyidik hanya mempermasalahkan tidak tersalurkannya Tunjangan Sertifikasi Guru. Kenapa tidak tersalurkan, mereka tidak mampu menelusuri penyebabnya. Walaupun Halomoan (mantan bendahara-red) telah mengatakan bahwa kebocoran ini sebenarnya telah terjadi sejak tahun 2009, sehingga pengelolaan kas dilakukan dengan sistim tutup lubang gali lubang, namun Penyidik tidak mampu mendapatkan bukti untuk melibatkan Pengguna Anggaran pada masa terjadinya kebocoran itu. Padahal dalam Permendagri nomor 13 tahun 2006, jelas bisa digunakan sebagai dasar untuk melibatkan mereka. Pada Pasal 220 ayat 1 dikatakan : Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang kepada kepala SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
          Ini kan menjelaskan bahwa tanggung jawab mutlak tidak hanya berada dipundak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Bendahara ? Ini jelas menunjukkan bahwa Kepala Dinas Pendidikan tidak bisa lepas tanggung jawab atas kebocoran ini.
W :    Terus, ketidak profesionalan Jaksa dimana dalam perkara ini ?
A  :    Pada prinsipnya, pola pikir Jaksa sama saja dengan Polisi penyidik. Sama-sama tidak mampu melakukan proses untuk mengarahkan pemeriksaan kepada orang yang seharusnya bertanggung jawab. Walaupun dipersidangan Majelis Hakim telah menyarankan agar Jaksa mengembangkan perkara ini dengan meneliti administrasi keuangan selama tahun 2010, tetapi Jaksa tidak mampu melakukannya. Ini kan menunjukkan ketidak profesionalan ?
          Hal lain yang mengindikasikan ketidak profesionalan Jaksa adalah dengan berubah-ubahnya kesalahan yang  mereka tuduhkan kepada saya sejak dari materi surat dakwaan, Surat Tuntutan, hingga materi Replik.
          Selain tidak profesional, saya juga mengatakan kalau Jaksa penuntut perkara ini tidak mempunyai hati nurani. Mereka sanggup menuntut saya yang tidak melakukan korupsi dengan tuntutan 6 tahun penjara serta mengganti kerugian negara, sementara orang yang jelas-jelas menikmati uang tersebut, dibiarkan enak-enak menikmati hasil korupsinya.
W :    Kalau Hakimnya ?
A  :    Menurut saya Majelis Hakim dalam memutus perkara ini tidak murni lagi untuk menegakkan keadilan, akan tetapi hanya sekedar melempar bola panas ke Pengadilan Tinggi. Mereka sudah memprediksi bahwa dengan vonis 3 tahun yang mereka tetapkan,  (tidak mencapai 2/3) dari tuntutan 6 tahun, pasti dinyatakan banding oleh Jaksa. Andaikan mereka benar-benar berorientasi kepada keadilan, pasti mereka membebaskan saya sesuai bukti-bukti yang terungkap dipersidangan, dan merekomendasikan penetapan tersangka lain yang benar-benar harus bertanggung jawab atas perkara ini. Tidak ada satupun dasar Majelis Hakim untuk menyatakan saya  bersalah sesuai pasal yang didakwakan.
W :    Mengenai vonis terhadap Halomoan, bagaimana tanggapan Anda ?
A  :    Kembali saya katakan, bahwa proses hukum terhadap perkara ini sudah tidak profesional sejak awal. Yang seharusnya ikut bertanggung jawab mengganti kerugian negara, tidak mereka libatkan menjadi tersangka. Akhirnya, kerugian negara sebesar itu bulat-bulat dibebankan kepada pak Lomo. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa bendahara itu tidak bisa mengeluarkan uang dari bank tanpa adanya tanda tangan dari Pengguna Anggaran (PA). Artinya, PA pada masa terjadinya kebocoran itu pasti mengetahui telah terjadi penyimpangan penggunaan dana, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
W :    Sesuai penjelasan Anda tadi, Siapa saja yang seharusnya bertanggung jawab atas tidak terbayarkannya Dana Sertifikasi ini ?
A  :    Yach…. , berdasarkan keterangan Halomoan dan sesuai fakta dipersidangan, tentunya yang bertanggung jawab adalah semua Pengguna Anggaran sebelum saya, bersama sama dengan Halomoan, ditambah lagi dengan Kasubbag keuangan pada masa terjadinya kebocoran itu.
W :    Dipersidangan Halomoan ada menyebutkan beberapa nama yang ikut menerima aliran dana ini, seperti oknum anggota polres, anggota DPRD, LSM dan Wartawan. Menurut Anda, apa mereka ini tidak ikut bertanggung jawab ?
A  :    Secara moral kalau mereka merasa pernah menerima sesuatu dari Halomoan, seharusnya mereka ikut bertanggung jawab. Setidaknya tanggung jawab terhadap Halomoan yang telah dibebankan mengganti kerugian negara ini. Tapi secara hukum, pertanggung jawaban mereka dapat diminta jika Halomoan mempunyai bukti-bukti penyerahan dana tersebut. Tapi, begitupun, tidak tertutup kemungkinan untuk membuka kembali permasalahan ini jika aparat Hukum menginginkannya. Kita lihat saja kedepan ini apa yang akan terjadi.
W :    Apakah Anda tidak merasa ada suatu skenario dari orang-orang tertentu untuk mengorbankan Anda dalam perkara ini ?
A  :    Terasa ada, tapi terkatakan tidak. Satu alasan saya untuk mengatakan “terasa ada” adalah dengan kebohongan pak Lomo atas pertanyaan saya tentang kondisi keuangan pada awal saya menjadi KPA. Jawabannya yang mengatakan “aman, tidak ada masalah” , jelas mengindikasikan bahwa dia berupaya menutupi telah terjadinya ketekoran kas sebelum saya menjadi KPA. Apakah ini merupakan skenario mereka, sulit untuk membuktikannya. Makanya saya hanya bisa mengatakan “terasa ada”.
W :    Upaya apa lagi yang Anda lakukan agar permasalahan ini dapat diproses sesuai kejadian sebanarnya?
A  :    Secara hukum memang, perkara yang sama tidak boleh diproses dua kali. Akan tetapi yang diproses ini kan masih masalah tunjangan sertifikasi Guru seperti yang dikatakan penyidik pada saat menetapkan saya sebagai tersangka? Jadi masih sangat terbuka kemungkinan untuk melaporkan masalah ketekoran kas yang terjadi sebelum saya menjadi KPA untuk diproses hukum. Karena bukti ketekoran ini masih ada saya pegang.
W :    Dalam tulisan itu Anda mengatakan bahwa Anda ikut merekomendasikan supaya Guru-guru mengadukan hal ini ke aparat hukum. Apa dasar perWbangan Anda pada masa itu untuk merekomendasikan pengaduan tsb ?
A  :    Pada masa itu saya sudah tidak bisa bertanya kemana-mana lagi tentang raibnya dana tunjangan sertifikasi. Kepala Dinas melepas tanggung jawab dengan alasan bahwa semua permasalahan keuangan adalah tanggung jawab KPA. Halomoan juga sudah tidak dapat saya hubungi pada masa itu. Disisi lain, naluri pendidik saya juga yang tidak ingin kalau guru-guru ini menjadi korban dari orang-orang yang mengkorupsi hak mereka. Ini semua yang mendasari saya merekomendasikan mereka mengadu ke aparat hukum.
W :    Menurut informasi yang kami dapatkan, Anda pernah ditugasi bersama dengan 4 orang perwakilan Guru untuk mencari solusi pembayaran dana Sertifikasi ini ke Kementerian Pendidikan di Jakarta. Apa hasil yang diperoleh dari sana ?
A  :    Sekitar bulan Juni kami bersama 4 orang perwakilan Guru korban sertifikasi (Pak Indra Bustami, pak R.Beresman, pak Tongku Ridwan dan pak Hisar Siregar) berangkat ke Jakarta untuk mencari solusi ke Kementerian Pendidikan. Disana kami berkomunikasi langsung dengan kepala seksi yang membidangi masalah sertifikasi guru. Jawaban yang kami peroleh disana adalah bahwa mereka tidak mampu untuk mengganti dana Sertifikasi yang telah raib. Mereka menyarankan penyelesaian permasalahan ini “cara kekeluargaan” di daerah.
W :    Kabarnya setelah Anda pulang dari Jakarta, disaat Anda sudah ditetapkan menjadi tersangka atas perkara ini, Anda langsung dimutasikan dari sekertaris Dinas Pendidikan menjadi kabid Olahraga di Dispora. Apa ada hubungannya ini ?
A  :    (menarik nafas dalam-dalam) Kalau mengingat semua kepahitan yang saya alami yang berhubungan dengan masalah sertifikasi ini, rasanya sudah cukup. Terlalu banyak na’as yang menimpa saya setiap berurusan dengan masalah ini. Tidak etis saya ceritakan sekarang. Tapi guru yang ikut bersama saya ke Jakarta pada masa itu sangat mengetahui semua na’as yang saya alami.
          Seperti yang Anda katakan tadi, sepulang dari Jakarta, saya benar dimutasikan ke Dispora.
          Isu yang saya dapatkan penyebab dari pemutasian ini, adalah akibat fitnah yang dilakukan seseorang yang berkepentingan membuang saya dari Dinas Pendidikan. Saya difitnah sebagai otak untuk melaporkan perkara ini ke KPK. Padahal saya sendiri tidak tau kalau perkara ini ada dilaporkan ke KPK. Tapi sudahlah. Ini bukanlah akhir dari segalanya. Usia saya masih relatif muda untuk bisa ikut berperan mewarnai pemerintahan ini di masa yang akan datang.
W :    Bagaimana respons teman-teman Anda selama Anda ditahan ?
A  :    Cukup berfariasi. Ada yang setia, ada yang bersandiwara, dan ada juga yang sama sekali melupakan hubungan persahabatan dengan saya. Disaat seperti ini kita bisa mengenali siapa kawan yag sebenarnya, dan siapa yang penghianat.
          Bayangkan saja, ada teman yang sama sekali tidak mau berkomunikasi lagi dengan saya, padahal saya ikut berperan dalam peningkatan karir PNS-nya. Ada juga teman yang selalu mengatakan prihatin atas nasib saya, tetapi saat kita minta bantuannya untuk mendapatkan suatu administrasi bukti pendukung terhadap perkara ini, dia tidak mau.
          Cukup sakitlah nasib orang di penjara.
W :    Terakhir, apa yang ingin Anda sampaikan kepada pembaca ?
A  :    Saya hanya ingin menyampaikan, agar kiranya masyarakat jangan takut untuk mengungkapkan kebenaran. Walaupun saat ini kebenaran sulit didapatkan di negara ini, tetapi kalau masyarakat bersatu untuk memperjuangkan kebenaran, perlahan-lahan pasti berpengaruh untuk menekan kesembronoan proses hukum yang dilakukan oleh aparat lembaga hukum. Selanjutnya kepada para Pejabat pemerintah, bekerjalah sesuai peraturan yang sebenarnya, agar tidak menjadi ATM oknum aparat hukum.
Demikian petikan wawancara kami dengan Adi Susanto Purba, dengan penuh keakraban dan ketenangan. Namun dibalik cara bicara yang tenang itu, kami melihat adanya nuansa kepedihan batin dalam diri Adi Susanto, yang tercermin dari sorot matanya yang kosong dan penampilan lusuh.
Proses hukum yang dilakukan terhadap Adi Susanto ini, sungguh merupakan potret hukum di negeri ini, dan juga potret kejoliman dari orang-orang yang ingin cuci tangan atas kekotoran yang telah dilakukannya. Kiranya kejadian ini dapat menjadi bahan renungan bagi masyarakat.

Tidak ada komentar: