Halaman

Selasa, 05 November 2013

SURAT MOHON KEADILAN



                                                                  Tanjung Gusta, ….. November 2013


Kepada :
Yth. 1.  Bapak Presiden RI.
        2.  Ketua DPR-RI c.q. Ketua Komis III DPR RI.
        3.  Ketua Mahkamah Agung.
        4.  Kepala Kejaksaan Agung.
        5.  Menteri Hukum & HAM RI.
        6. Kepala Kepolisian RI.
        7.  Ketua Komisi Yudisial RI.
        8.  Ketua Ombudsman RI
        9.  Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
      10.  Ketua Umum Partai Demokrat.
      11.  Ketua Umum Partai Golkar.
      12.  Ketua Umum PDI Perjuangan.
      13.  Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera.
      14.  Ketua Umum Partai Gerindra.
      15.  Ketua Umum Partai Amanat Nasional.
      16.  Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan.
Masing-masing di-tempat.

Hal  :   Mohon Keadilan.

Dengan hormat,
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
N a m a                :   NAZRI KAMAL, ST.
Tempat/Tgl. Lahir   :     Binjai / 12 Maret 1965.
Pendidikan           :   S.1
Pekerjaan             :   Wiraswasta (mantan Dirut Perusahaan Daerah Kota Binjai).
Agama                 :   Islam.
Alamat terakhir   :   Jln. Jend. Gatot Subroto No. 50 Kelurahan Limau Mungkur – Kec. Binjai Barat
Status Hukum      :   Terdakwa kasus Dugaan Korupsi pada Perusahaan Daerah Pembangunan Kota Binjai.

Dengan ini datang memohon kehadapan Bapak, agar kiranya dapat memberikan bantuan kepada saya untuk mendapatkan keadilan dari penerapann hukum yang sedang saya hadapi. Adapun ketidak adilan penerapan hukum yang saya rasakan ini pada pokoknya adalah kekurang cermatan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim yang mengadili perkara ini dalam menganalisa apa sesungguhnya yang terjadi sesuai dengan fakta yang terungkap dipersidangan.
Adapun duduk permasalahan yang terjadi adalah sebagai berikut :
1.            Bahwa  pada tahun 2005 didirikanlah Perusahaan Daerah Pembangunan (PDP) Kota Binjai yang bentuknya merupakan Badan Usaha Milik Daerah, dengan dasar Peraturan Daerah kota Binjai Nomor 12 Tahun 2005.
2.            Bahwa pada bulan Juni 2006, perusahaan mulai beroperasi, dan saya dipercaya menjadi Direktur Utamanya, untuk membawahi direktur Umum/Keuangan, Direktur Teknik/Operasi dan Satuan Pengawas Internal serta 209 orang karyawan lainnya (copy jumlah staff terlampir dan tertera dalam BAP).
3.            Bahwa pada awal beroperasinya tahun 2006, Perusahaan telah mengajukan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang mencakup beberapa bidang usaha termasuk usaha pembangunan perumahan/permukiman yang akan ditangani (copy RAB terlampir), sehingga membutuhkan total dana sebesar Rp. 22 Milyar (penulisan dalam bentuk pembualatan).
4.            Atas RAB yang kami ajukan ini Walikota dan DPRD menyetujui untuk memberikan modal awal sebesar Rp. 2,8 Milyar  dalam bentuk penyertaan modal.
5.            Bahwa pada tahun 2006, dengan modal awal sebesar Rp. 2,8 Milyar, kegiatan Perusahaan masih dalam tahap persiapan, yaitu seperti melengkapi inventaris kantor, pengadaan kederaan dinas, pembangunan gedung kantor serta fasilitas pendukungnya. Sedangkan kegiatan yang bersifat usaha hanya dalam pembelian 2 unit mesin produksi, bengunan pengolahan kayu dan pabrik cat, serta biaya pembebasan lahan untuk perumahan.
6.            Bahwa didasari pemikiran untuk mempercepat berproduksinya berbagai usaha, maka Perusahaan mengajukan permohonan persetujuan peminjaman dari Bank Sumut dan dari Bank BTN, kepada Walikota, dan kepada DPRD kota Binjai, dan mendapat persetujuan dari DPRD (copy sura-surat yang berhubungan dengan peminjaman terlampir, dan tertera dalam BAP).
7.            Bahwa dengan adanya persetujuan dari DPRD tanggal 10 Agustus 2006 untuk melakukan peminjaman sebesar Rp. 10 Milyar dari Bank Sumut ini, Marketting unit usaha perumahan mulai menawarkan perumahan yang akan di bangun di Lokasi Taman Alum Permai kepada Konsumen, dan mendapat respons positif dari peminat. Sehingga perusahaan langsung menerima uang panjar dari konsumen.
8.            Bahwa kebanyakan peminat perumahan tersebut adalah anggota TNI, berkat adanya persetujuan kerjasama penawaran dengan pihak TNI (copy surat kerjasama terlampir)
9.            Bahwa ternyata pinjaman tersebut tidak dapat disetujui oleh pihak Bank, sehingga Perusahaan mengalami kesulitan untuk mendapatkan dana, sementara kontrak dengan konsumen telah ditanda tangani.
10.       Bahwa sekitar bulan desember 2006, konsumen sudah mulai kasak kusuk akibat belum adanya tanda-tanda dimulainya pembangunan perumahan di Taman Alum Permai. Dan pada bulan Januari 2007 konsumen anggota TNI sudah mengancam akan membuat keributan jika pembangunan perumahan tidak juga dilaksanakan.
11.       Bahwa dalam menunggu surat persetujuan dari DPRD ini, konsumen yang anggota TNI semakin mendesak. Maka menyikapi situasi ini pada tanggal 17 Maret 2007, unsur pimpinan Perusahaan mengadakan rapat untuk membicarakan langkah untuk mendapatkan modal dengan cara meminjam dari pihak ketiga (copy notulen rapat terlampir dan tertera dalam BAP).
12.       Bahwa rapat menyimpulkan agar perusahaan segera mendapatkan dana pinjaman sementara, agar pembangunan perumahan dapat dilaksanakan demi menghentikan gejolak dari para pembeli yang telah membayar panjar. Maka saya mencoba menghubungi rekan saya yaitu Sdr. Wong Chie Cing, dan beliau bersedia meminjamkan modal selama 3 bulan dengan bunga 6% perbulan, dimana bunga untuk 3 bulan tersebut langsung dipotong didepan. Dan sebagai jaminan pinjaman ini, Wong Chie Cing meminta cek Kontan senilai pokok pinjaman.
13.       Bahwa dengan persyaratan dari Sdr. Wong Chie Ching ini, agar perusahaan bisa mendapatkan dana sebesar Rp 1 Milyar, maka pokok pinjaman dibuat Rp. 1.22 Milyar.
14.       Bahwa persetujuan DPRD untuk melakukan pinjaman dari BTN baru kami dapatkan tanggal 23 Maret 2007(copy terlampir dan tertera dalam BAP), akan tetapi pihak BTN hanya dapat memberikan bantuan melalui fasilitas KPR jika bangunan telah berdiri, dan sudah ditanda tangani akad kredit dengan konsumen.
15.       Bahwa dengan dana pinjaman ini, dilakukanlah pembangunan perumahan di Taman Alum Permai sebanyak 67 unit, dan setelah selesai langsung di KPR-kan dengan pihak BTN.
16.       Bahwa neraca laba rugi perusahaan untuk tahun 2006 terdapat saldo rugi Rp. 201 juta, yang diakibatkan karena penghasilan perusahaan hanya Rp. 100 juta yaitu berasal dari penerimaan panjar penjualan perumahan, sedangkan biaya operasional mencapai Rp. 301 juta. Adapun biaya operasional itu termasuk gaji karyawan, biaya barang pakai habis, perjalanan dinas, pelatihan dan lain-lain.
17.       Bahwa pada tahun 2007, Perusahaan mengajukan RAB, dimana kegiatan usaha yang akan dilaksanakan adalah meneruskan pembangunan unit-unit usaha yang telah diajukan pada RAB 2006 yang belum terlaksanan akibat kekurangan modal (copy RAB terlampir, dan tertera dalam BAP).
18.       Bahwa dalam RAB 2007 ini untuk kegiatan usaha pembangunan perumahan di Taman Alum Permai, jelas tertera sumber dananya adalah dari pinjaman pihak ketiga (bukan dari Penyertaan modal Pemerintah).
19.       Bahwa atas pengajuan RAB tahun 2007 ini, Pemerintah kembali memberikan tambahan penyertaan modal sebesar Rp. 6 Milyar dalam APBD, ditambah dengan Rp. 700 juta pada PAPBD.
20.       Bahwa penggunaan semua dana Rp. 6,7 Milar yang bersumber dari Penyertaan modal Pemerintah ini semuanya habis untuk kegiatan usaha diluar perumahan (copy terlampir).
21.       Bahwa ternyata setelah 3 bulan pinjaman dari Sdr. Wong Chie Cing ini belum dapat dikembalikan, akibat belum selesainya proses KPR, sehingga dilakukan penjadwalan ulang untuk pelunasannya, dengan kesepakatan baru yaitu setiap bulan Perusahaan harus tetap membayar bunga selama pokoknya belum bisa dilunasi.
22.       Bahwa sekitar bulan ……. 2007 proses KPR telah disetujui, dan Perusahaan mendapatkan dana KPR dari BTN.
23.       Bahwa karena penjadwalan ulang telah disepakati, dimana pada saat itu Perusahaan masih membutuhkan dana untuk kegiatan usaha yang lain, maka pelunasan tidak dilakukan kepada Sdr. Wong Chie Cing.
24.       Bahwa pada akhirnya pinjaman ini disepakati telah lunas pada Januari 2010, dengan total uang yang diterima Wong Chie Ching adalah sebesar Rp. 2,3 Milyar, dimana Rp. 1,8 milyar berasal dari kas, dan Rp. 500 juta berasal dari dana pribadi unsur pimpinan. Selain uang tunai Rp. 2,3 Milyar ini, Wong Chie Cing masih menyita lagi 2 unit mobil pribadi kami, yang dihargai sebesar Rp. 304 juta.
25.       Bahwa jika dihitung secara total persentase pembayaran pinjaman yang dikeluarkan dari kas perusahaan bukan 6%, akan tetapi hanya 1,63% (Rp. 1,8 Milyar dari pokok pinjaman Rp. 1 Milyar selama 31 bulan) sebagaimana yang tertera dalam laporan keuangan yang telah disetujui Walikota dan DPRD. Selebihnya adalah dari dana pribadi kami unsur pimpinan, termasuk mobil pribadi kami yang disita oleh Wong Chie Ching.
26.       Bahwa pada laporan keuangan tahun 2007, dana  pinjaman Rp. 1 Milyar tidak tertera dalam neraca keuangan dalam bentuk penyertaan modal. Yang muncul dalam neraca adalah dalam bentuk hutang (copy terlampir dan ada dalam BAP).
27.       Bahwa peminjaman ini tidak dimasukkan dalam bentuk penyertaan modal adalah mengikuti aturan pembuatan neraca, dimana sebelum akhir tahun 2007 dananya telah habis dipergunakan untuk pembangunan perumahan dan telah membuahkan hasil sebesar Rp. 3,1 Milyar. Dengan demikian dana pinjaman tersebut telah berubah menjadi penghasilan perusahaan dan inilah yang dimasukkan dalam neraca keuangan akhir tahun. Sementara hutang tersebut harus tertera dalam neraca, karena masih dalam beban hutang perusahaan.
28.       Bahwa yang membuat laporan keuangan tahun 2007 ini adalah konsultan yang berlatar belakang staff di BPKP.
29.       Bahwa dengan tidak terteranya dana pinjaman ini dalam bentuk penyertaan modal dalam laporan keuangan, sementara pengembaliannya dari kas perusahaan, maka Penyidik menduga bahwa uang yang dipinjam tersebut tidak masuk kedalam kas perusahaan, sehingga pengembalian sebesar Rp. 2,3 Milyar tersebut dianggap merupakan kerugian perusahaan sekaligus merupakan kerugian negara.
30.       Bahwa Penyidik menetapkan jumlah pengembalian hutang sebesar Rp. 2,3 Milyar adalah hanya berasal dari bukti penerimaan Sdr. Wong Chie Ching, tanpa mengkonversikannya dengan laporan keuangan Perusahaan yang telah disetujui DPRD. Sehingga Penyidik menganggap bahwa uang pengembalian tersebut semuanya berasal dari kas Perusahaan.
31.       Bahwa Auditor BPKP juga menyimpulkan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp. 2,3 Milyar, sebagaiman yang tertera dalam laporan hasil audit atas permintaan Penyidik. Dalam laporan tersebut jelas disebutkan bahwa alasan mereka menetapakan kerugian perusahaan/kerugian negara sebesar itu, adalah karena mereka tidak menemukan adanya bukti yang menunjukkan bahwa pada saat itu Perusahaan benar membutuhkan dana Rp. 1 Milyar untuk pembangunan perumahan.
32.       Bahwa sumber data yang mereka gunakan untuk melakukan perhitungan kerugian negara adalah hanya dari dokumen yang diperlihatkan Penyidik pada saat ekspose kasus bersama Penyidik Polda Sumut.
33.       Bahwa pada poin 4 laporannya jelas tertera salah satu hambatan auditor dalam melakukan perhitungan adalah tidak ditemukannya notulen rapat dalam rangka mencari tambahan modal untuk Pembangunan Perumahan Taman Alum Permai.
34.       Bahwa dipersidangan dihadapan Majelis Hakim dan JPU telah diperlihatkan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan membutuhkan dana Rp. 1 Milyar, yaitu antara lain :
-         Notulen rapat direksi tanggal 17 Maret 2007.
-         Laporan penggunaan dana yang menunjukkan bahwa dana yang bersumber dari penyertaan modal Pemerintah sebesar Rp. 6,7 Milyar telah habis dipergunakan untuk unit usaha lain diluar perumahan.
-         Bukti dokumen persetujuan dari DPRD tentang rencana peminjaman medal untuk pembangunan perumahan.
-         Keterangan saksi dari Ketua komisi C DPRD yang mengatakan benar Perusahaan ada mengajukan permohonan persetujuan untuk melakukan pinjaman dari Bank Sumut.
-         RAB tahun 2007 yang menunjukkan bahwa sumber dana untuk pembangunan unit perumahan Taman Alum Permai adalah dari pinjaman pihak ketiga.
35.       Bahwa atas bukti-bukti ini, dipersidangan Auditor mengatakan bahwa kerugian negara yang mereka hitung tersebut adalah merupakan asumsi. Asumsinya adalah : jika tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan membutuhkan modal Rp. 1 Milyar untuk membangun perumahan, maka kerugian negara Rp. 2,3 Milyar, dan apabila ada buktinya, maka kerugian negara tidak Rp. 2,3 Milyar.
36.       Bahwa atas tuduhan kerugian negara sebesar Rp. 2,3 Milyar ini, JPU menuntut saya dengan hukuman 8 tahun penjara, denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan kurungan, serta mengganti kerugian negara sebesar Rp. 2,3 Milyar atau jika tidak sanggup membayar diganti dengan 3 tahun 9 bulan penjara.
37.       Bahwa atas tuntutan JPU ini Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara, denda Rp. 200 juta subsider 4 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp. 1,3 Milyar atau 3 tahun penjara.
Inilah kronologis permasalahan sekaligus penerapan hukum yang saya alami, sehingga saya merasa bahwa putusan Majelis Hakim atas perkara saya ini sangat jauh dari nilai-nilai keadilan.
Perlu saya informasikan bahwa dalam tuntutannya terlebih dahulu JPU membuat opini yang mengatakan bahwa selama saya menjadi Dirut Perusahaan (2006 s.d. 2010) telah terjadi kerugian perusahaan sebesar Rp. 9,9 Milyar, dimana angka kerugian perusahaan ini mereka didapatkan dengan cara menjumlahkan saldo rugi yang terdapat pada neraca laba rugi setiap tahun. Opini kerugian perusahaan ini ternyata diakomodir oleh Majelis Hakim sebagaimana yang dibuat dalam argumentasi yang tertera dalam fakta hukum putusannya.
Sungguh perhitungan ini adalah merupakan perhitungan yang keliru. Sebab cara membaca neraca laba rugi adalah secara kumulatif. Artinya berapa saldo terakhir, itulah saldo kumulatif selama perusahaan beroperasi. Penjelasan tentang kumulatif saldo ini dapat kita analisa dengan logika sederhana, dimana saldo tahun berjalan akan tetap masuk kedalam buku tahun berikutnya. Dengan demikian kerugian tahun berjalan pasti harus ditutupi dari penghasilan atau modal tahun berikutnya. Maka sesungguhnya saldo rugi perusahaan tidak dapat dijumlahkan sebagaimana yang dilakukan oleh JPU dalam opininya ini.
Sebagaimana penjelasan saya di atas, bahwa saldo rugi itu terjadi adalah akibat dari penghasilan perusahaan masih lebih sedikit dari biaya operasional perusahaan. Sementara biaya operasional itu adalah termasuk gaji karyawan, perjalanan dinas, biaya pelatihan, belanja barang pakai habis dan lain-lain yang sifat belanjanya tidak menghasilkan barang riel. Dengan demikian, maka sesungguhnya kerugian Perusahaan Daerah yang saya pimpin sejak beroperasi tahun 2006 hingga tahun 2010, hanya tinggal Rp. 48,3 juta, yaitu sebesar saldo yang tertera pada tahun buku 2010. Artinya perusahaan ini telah menuju titik Break Event Point untuk menuju kepada Perusahaan yang dapat menghasilkan untung pada tahun berikutnya. Namun sangat disayangkan Walikota yang baru langsung memberhentikan saya sebagai Direktur Utama pada bulan …. 2010.
Bapak/Ibu Petinggi Republik Indonesia tercinta yang saya hormati,
Dari semua penjelasan di atas, mungkin kita sependapat, bahwa sesungguhnya tidak ada kerugian negara yang terjadi dalam perkara ini. Dengan demikian, mohonlah kiranya uluran tangan dari semua pihak agar saya bisa mendapat keadilan sebagaimana kerja keras yang telah saya lakukan selama memimpin perusahaan ini.
Demikian Surat Permohonan Keadilan ini saya perbuat dengan penuh penderitaan, kiranya Bapak-Bapak berkenan untuk membantu saya. Atas bantuannya saya ucapkan ribuan terimakasih.
Hormat saya,


NAZRI KAMAL, ST.
Tembusan :
1.     Gubernur Sumatra Utara.
2.     Ketua DPRD Sumatra Utara.
3.    Ketua Pengadilan Tinggi Sumatra Utara.
4.    Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara.
5.    Kapolda Sumatra utara.
6.    Walikota Binjai.
7.    Ketua DPRD Kota Binjai.
8.    Ketua Pengadilan Tipikor Medan
9.    Kepala Kejaksaan Negeri Binjai.
10.  Presiden Indonesia Lawyears Club (ILC) TV One.

Tidak ada komentar: