TANGGAPAN ATAS REPLIK JAKSA (DUPLIK PRIBADI)
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Nomor : 27/Pid.Sus.K/2011/PN-Mdn.
Terdakwa : ADI SUSANTO PURBA, S.Pd.
Kembali saya mengajak Kita semua untuk berserah diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, agar apapun yang kita kerjakan dalam kehidupan ini kiranya diridhoi dan diberkatinya.
Selanjutnya dengan segala ketulusan hati, saya menyampaikan terimakasih saya kepada Majelis Hakim yang masih memberikan kesempatan kepada kami untuk menanggapi replik yang telah dibacakan Tim Jaksa Penuntut Umum pada minggu yang lalu.
Demikian juga ucapan terimakasih saya kepada Tim Jaksa Penuntut umum yang telah berkenan membuat tanggapan tertulis (replik) terhadap pledoi yang telah kami sampaikan pada persidangan tanggal 18 Januari 2012 yang lalu.
Yang mulia Majelis Hakim,
Penuntut Umum yang terhormat,
Penasehat Hukum yang saya hormati,
Dan Pengunjung sidang yang saya sayangi.
Setelah membaca berulang-ulang replik yang diasampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum ini, saya semakin tidak mengerti apa sebenarnya yang dipersalahkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada saya. Sebab dalam replik ini tidak ada bantahan, penekanan ataupun penegasan yang dilakukan terhadap apa yang yang telah kami komentari dalam pledoi. Tanpa argumentasi yang jelas, dan tanpa mengomentari pokok-pokok materi pledoi yang sudah kami sampaikan, Penuntut Umum tetap saja bersikukuh dengan keinginannya yaitu
“berketeguhan hati dan tetap pada SURAT DAKWAAN, TANGGAPAN TERHADAP EKSEPSI, FAKTA PERSIDANGAN serta SURAT TUNTUTAN”. Padahal begitu terperincinya saya buat poin-poin bantahan terhadap beberapa materi Surat Tuntutan, serta argumentasi terhadap poin yang saya bantah tersebut, namun Penuntut Umum tidak ada menggubrisnya. Sepertinya Penuntut Umum tidak sedikitpun berniat untuk mengkondisikan proses peradilan ini menuju suatu keputusan yang berkeadilan yang dapat diterima semua pihak. Sehingga timbul pertanyaan dalam pikiran saya, Apakah memang seperti ini tujuan pembuatan replik? Bukankah pengajuan replik itu bertujuan untuk mensinkronkan perbedaan pandangan antara pihak Penuntut Umum dan Pihak Terdakwa, sehingga putusan yang diambil Majelis hakim nantinya lebih berterima bagi kedua belah pihak ?
Dari segi materi tulisan, saya memandang bahwa materi replik ini sangat kacau berantakan. Bahkan lebih kacau dari materi Surat tuntutan. Dalam replik ini saya temukan kalimat yang tidak bisa dimengerti apa maskudnya; keterangan yang kontroversi antara yang satu dengan yang lainnya; rangkaian pokok permasalahan yang tidak nyambung; penulisan kalimat yang sembrono dan pemunculan persoalan baru, yang sama sekali tidak pernah dibicarakan dalam Surat Tuntutan. Ketidak beresan ini dapat kita lihat seperti pada pragraf ke-2 halaman 2. Disana tertulis :
Bahwa apa yang dikemukakan terdakwa dan penasehat hukum disatu sisi, mengakui “menjalankan penugasan dan pengangkatan Terdakwa ADI SUSANTO PURBA,S.Pd sebagai Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan Surat Keputusan Bupati Labuhanbatu Nomor : 094/2943/BKD-II/2010 tanggal 25 Oktober 2010 terdakwa dalam masa jabatannya berwenang untuk menandatangani cek-cek penarikan anggaran anggaran Dinas Pendidikan kabupaten Labuhanbatu, dan terdakwa telah menyalurkan sesuai dengan pos-pos mata anggarannya masing-masing, tapi disisi lain Penasehat Hukum dan terdakwa berpendapat ”kalaupun ternyata terhadap sisa anggaran Tunjangan Sertifikasi Guru ada yang tanpa sepengetahuan/persetujuan dari Terdakwa telah digunakan oleh Bendahara dan atau oleh Oknum Kepala Dinas untuk menutupi ketekoran keuangan Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu.
Berulang-ulang saya baca kalimat ini, namun tetap saja tidak bisa saya temukan apa yang dimaksudkan Penuntut Umum dalam rangkaian kalimatnya ini. Malah yang saya tangkap dari kalimat ini adalah, bahwa Jaksa Penutut Umum sudah mengakui bahwa saya memang benar tidak mengetahui bahwa Bendahara dan atau oknum Kepala Dinas telah menggunakan sisa anggara Tunjangan Sertifikasi Guru untuk menutupi ketekoran keuangan Dinas Pendidikan. Jadi apa lagi yang dipersalahkan Penuntut Umum terhadap saya ?
Kemudian pada kalimat berikutnya Penuntut Umum memunculkan persoalan baru yaitu bahwa menanda tangani cek bukan bidang atau TUPOKSI saya selaku KPA. Sementara pada kalimat di atasnya tadi sudah dikatakan bahwa saya berkewenangan menanda tangani cek, dan pada kalimat berikutnya juga dituliskan kewewenangan KPA sesuai dengan SK Bupati, yang salah satunya adalah melaksanakan tugas-tugas Pengguna Anggaran. Apakah hanya karena tidak ada tertulis dalam kewenangan tersebut bahwa KPA berwenang menanda tangani cek sehingga muncul pernyataan baru yang mengatkan bahwa menanda tangani cek bukan TUPOKSI saya selaku KPA? Betapa sempitnya ruang berpikir Penuntut Umum kalaulah ini dasarnya memunculkan pernyataan untuk mengatakan ini.
Kemudian pada pragraf selanjutnya, Penuntut Umum menuliskan lagi kalimat yang tidak nyambung dengan kalimat sebelumnya yaitu “bahwa tugas dan wewenang tersebut diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara”. Padahal isi dari undang-undang ini tidak ada berhubungan dengan wewenang KPA. Undang-undang ini adalah menegaskan “bahwa pejabat yang menanda tangani atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material,…dst”, bukan membicarakan wewenang KPA. Penuntut Umum tidak tahu bahwa tugas dan wewenang KPA yang dituliskan itu adalah berdasarkan Pasal 10 Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pada halaman 4 pragraf ke-3 muncul kata-kata sembrono, yang jauh melenceng dari apa yang dimaksudkan, yaitu “…, apabila terdakwa menyadari akan tugas dan wawancaranya selaku KPA,… dst”. Ini menunjukkan bahwa Penuntut Umum terlalu sepele menyikapi perkara saya ini. Dengan kesepelean seperti ini, Penuntut Umum masih bersikukuh untuk tetap pada tuntutannya yang tidak ringan sebagaimana yang dibuatnya dalam Surat Tuntutan. Sungguh tidak manusiawi.
Satu hal yang menurut saya merupakan suatu sikap yang tidak gentlemen dari Penuntut Umum dalam replik ini, yaitu perbaikan nomor seri cek serta nominal cek yang dilakukannya secara diam-diam tanpa adanya pengakuan bahwa mereka telah melakukan kesalahan pada pembuatan Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutan. Padahal permasalahan ini jelas-jelas saya komentari dalam pledoi saya, sehingga seharusnya Penuntut Umum juga harus mengakuinya terlebih dahulu, baru dibuat perbaikan. Secara hukum saya tidak mengetahui bagaimana konsekwensi dari sikap Penuntut Umum yang sembunyi-sembunyi seperti ini terhadap proses peradilan. Permasalahan ini saya serahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk menyikapinya.
Dengan begitu amburadulnya materi replik Penuntut Umum ini, saya berpendapat bahwa Penuntut Umum sudah tidak mampu lagi untuk mempertahankan materi Surat Tuntutannya, sehingga kesimpulan yang diambilnya pada Surat Tuntutan juga, sudah tidak dapat lagi digunakan sebagai referensi untuk memutuskan perkara ini.
Selanjutnya pada kesempatan terakhir pembelaan ini walau dengan susah payah, saya mencoba memahami bagaimana kerangka berpikir Jaksa Penuntut Umum terhadap perkara ini, sejak awal sebelum persidangan dimulai (materi Surat Dakwaan), selesai pemeriksaan saksi (pembuatan Surat Tuntutan) hingga setelah menerima Pledoi (pembuatan Replik). Saya katakan susah payah adalah karena metode penulisannya yang “berserak”, tidak sistematis, sehingga sulit mengambil pokok pikiran dari setiap pragraf. Cara yang saya lakukan adalah dengan menghimpun apa saja yang dipersalahkan Jaksa Penuntut Umum terhadap saya dalam perkara ini sesuai perjalanan proses persidangan, yang hasilnya adalah sebagai berikut :
TAHAPAN KESALAHAN SAYA MENURUT PANDANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM
DAKWAAN 1. Menanda tangani 10 lembar cek untuk menarik Dana Tunjangan Sertifikasi Guru tanpa SP2D.
2. Tidak menegur Bendahara Halomoan yang mengajukan 10 lembar cek untuk ditanda tangani tanpa SP2D.
3. Tidak mengawasi penyaluran dana tunjangan sertifikasi yang dicairkan dengan 10 lembar cek, sehingga dana tersebut hanya sebahagian yang disalurkan Bendahara kepada Guru-guru, dan sebagian lagi dipergunakan untuk kepentingan pribadi Bendahara.
TUNTUTAN URAIAN YURIDIS
Unsur Setiap Orang
• Saya adalah seorang PNS, menjabat sebagai Pelaksana Tugas sekaligus sebagai KPA berdasarkan SK Pengangkatan.
Unsur Telah Melakukan atau Turut Melakukan
• Melakukan kebijakan untuk menyetujui penggunaan Dana Tunjangan Sertifikasi Guru untuk menutupi kebocoran kas.
Unsur Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Korporasi.
• Tidak melalui prosedur pencairan anggaran menyetujui menanda tangani pencairan dana Tunjangan Sertifikasi Guru.
• Menanda tangani 9 lembar cek untuk penarikan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) , dana Pembinaan Kelompok Kerja Guru serta Pengembalian UP/GU Nihil hanya berdasarkan SP2D dana Tunjangan Sertifikasi Guru.
• Laporan Hasil audit BPKP bahwa dana Tunjangan Sertifikasi Guru telah dicairkan Bendahara tetapi dengan sepengetahuan saya, digunakan untuk pembayaran dana BSM, KKG dan pengembalian UP dimana dana yang seharusnya untuk mata anggara ini telah digunakan Bendahara, atas perintah Kepala Dinas sebelumnya untuk “mengamankan” Dinas Pendidikan dari pemerasan oknum anggota DPRD, Kepolisian, Wartawan dan LSM.
Unsur Menyalahgunakan Kewenangan atau Sarana yang ada padanya karena Jabatan atau Kedudukan
• Tidak melaksanakan fungsi dan wewenang secara efektif karena menandatangani 9 lembar cek untuk membayar BSM, KKG dan pengembalian UP/GU Nihil yang dananya bersumber dari dana tunjangan Sertifikasi Guru sesuai dengan SP2D yang dilampirkan saat penandatanganan.
• Dana yang dicairkan dengan 9 lembar cek tersebut, yang ada pertanggung jawaban (SPJ)-nya hanya pengembalian UP/GU Nihil, sedangkan yang lainnya tidak ada.
Unsur yang dapat merugikan keuangan negara
• Temuan audit BPKP mengatakan bahwa Dana Tunjangan Sertifikasi Guru telah dicairkan oleh Bendahara, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi Bendahara dan pembayaran BSM, KKG dan pengembalian UP/GU Nihil, dimana yang menandatangani cek penarikannya adalah Saya selaku KPA
Unsur melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut
• Mencairkan dana Tunjangan Sertifikasi Guru yang tidak sesuai prosedur yang dilakukan sejak 28 Desember 2010 hingga 31 Januari 2011
REPLIK 1. Tetap seperti pada Tuntutan
2. Tidak ada TUPOKSI menanda tangani cek.
Dari data di atas saya coba menyelami bagaimana perkembangan pemikiran Penuntut Umum yaitu sebagai berikut :
Tahap Dakwaan : Awalnya Jaksa Penuntut Umum berpandangan bahwa saya menanda tangani 10 lembar cek penarikan dana Tunjangan Sertifikasi Guru tidak sesuai prosedur, dan tidak berdasarkan SP2D, sehingga dana yang ditarik dengan 10 lembar cek tadi hanya 1 lembar yang disalurkan, sementara sisanya saya biarkan dipergunakan Bendahara Halomoan untuk pengembalian UP dan untuk kepentingan pribadinya.
Tahap Penuntutan : Pada tahap ini pikiran Jaksa penuntut Umum sudah berubah dari tahap Dakwaan, dimana mereka telah mengakui bahwa uang yang ditarik dengan 9 lembar cek, bukan untuk keperluan pribadi Bendahara, akan tetapi adalah untuk pembayaran BSM, KKG dan pengembalian UP. Sehingga Mereka mengalihkan kesalahan saya menjadi “dengan sepengetahuan saya untuk menggunakan dana sertifikasi Guru untuk menutupi mata anggaran BSM, KKG dan pengembalian UP”, dimana dana anggaran ini sebelumnya telah digunakan Halomoan bersama Kepala Dinas untuk mengamankan Dinas Pendidikan dari pemerasan oknum-oknum tertentu.
Dengan demikian, Penuntut Umum berpandangan bahwa karena saya berkeinginan untuk menutupi kebocoran kas tersebut, sayapun mau menanda tangani 9 lembar cek, walau hanya bermodalkan 1 SP2D yaitu SP2D tunjangan Sertifikasi Guru.
Walaupun Penuntut Umum telah mengakui bahwa dana yang ditarik dengan 9 lembar cek itu adalah untuk membayar mata anggaran BSM, KKG dan Pengembalian UP, akan tetapi Mereka masih juga meragukan penyaluran dana tersebut, dengan alasan tidak ada pertanggung jawaban (SPJ)-nya.
Sungguh merupakan suatu cara berpikir yang mengambang, dan mengada-ada.
Tahap Replik : Mungkin disebabkan karena lengkapnya bukti-bukti SP2D dan SPJ, serta Surat Edaran Bupati sebagai dasar pengembalian UP yang sudah kami lampirkan, serta keterangan-keterangan yang jelas kami paparkan dalam pledoi, sehingga pada tahap ini Jaksa Penuntut Umum sudah ragu terhadap yang dipersalahkan sebelumnya kepada saya. Sehingga dalam replik mereka memunculkan kesalahan saya yang baru yaitu “menanda tangani Cek bukan merupakan TUPOKSI saya”, dan mengatakan “berketeguhan hati tetap pada SURAT DAKWAAN, TANGGAPAN TERHADAP EKSEPSI, FAKTA PERSIDANGAN serta SURAT TUNTUTAN”. Jaksa Penuntut Umum tidak menyadari bahwa inti materi dakwaan mereka sudah berbeda dengan inti materi tuntutan.
Selaku orang yang awam terhadap acara persidangan, saya tidak mampu mengomentari ketidak fokusan kesalahan yang dipersalahkan Penuntut Umum kepada saya. Untuk itu saya serahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk menyikapi kerangka berpikir Penuntut Umum yang berubah-ubah ini.
Kembali kepada unsur utama yang dipersalahkan Jaksa Penuntut Umum kepada saya dalam Surat Dakwaan, Surat Tuntutan maupun dalam Replik, yang intinya yaitu : “bahwa saya bekerja sama dengan Halomoan, telah menanda tangani 10 lembar cek untuk menarik dana Tunjangan sertifikasi Guru tetapi hanya 1 cek dengan nominalnya Rp. 3.874.816.290,- yang benar disalurkan, sedangkan 9 lembar lainnya dengan total nominal Rp. 2.951.964.064 tidak tersalur”, atau “bahwa saya bekerja sama dengan tedakwa Halomoan dengan menyetujui menggunakan dana yang bersumber dari Tunjangan Sertifikasi Guru untuk Pengembalian Uang Persediaan (UP), pembayaran BSM/BKKM, pembinaan KKG/MKKS yang ditarik dengan 9 lembar cek sehingga Tunjangan Sertifikasi Guru tidak terbayarkan”.
Sebagai bukti untuk memperkuat keterangan kami dipersidangan, untuk membantah kesalahan saya oleh Penuntut Umum ini, maka pada kesempatan terakhir ini saya melampirkan copy rekening koran AC rekening Dinas Pendidikan yang dikeluarkan oleh Bank Sumut kepada Majelis Hakim. Menurut penelusuran saya, data rekening koran ini dapat menjelaskan semua transaksi yang berhubungan dengan permasalahan yang dipersalahkan Penuntut Umum kepada saya baik dalam Surat Dakwaan, Surat Tuntutan, maupun dalam Replik.
Dalam rekening koran ini jelas tertera bahwa dana BSM/BKKM dan pembinaan KKG/MKKS, ada masuk sesuai dengan nomor SP2D-nya yaitu sebagai berikut :
- Tanggal 28 Desember 2010, masuk dana KKG dengan SP2D No. 3356, serta 1 anggaran lain yaitu dengan SP2D 3354.
- Tanggal 29 Desember 2010, masuk dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) dengan SP2D No. 3517, serta 8 SP2D anggaran yang lain.
- Tanggal 30 Desember 2010, masuk dana Tunjangan Sertifikasi Guru dengan SP2D No. 3696, dan dana KKG dengan SP2D No. 3651 serta 16 SP2D anggaran yang lain.
- Tanggal 31 Desember 2010, masuk lagi 1 SP2D untuk mata anggaran lain.
Dari data rekening koran ini, berarti ada 30 SP2D yang masuk ke AC rekening Dinas Pendidikan dalam periode tanggal 28 s.d. 31 Desember 2010, dimana semua dana yang masuk tersebut tidak dipisah-pisahkan dalam rekening tersebut.
Selanjutnya transaksi penarikan uang juga dapat kita lihat sejak masuknya dana Tunjangan Sertifikasi Guru tgl. 30 Desember 2010 yaitu sebagai berikut :
- Tanggal 30 Desember 2010 ada 47 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 31 Desember 2010 ada 21 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 3 Januari 2011 ada 17 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 4 Januari 2011 ada 24 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 5 Januari 2011 ada 5 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 6 Januari 2011 ada 1 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 7 Januari 2011 ada 8 lembar cek penarikan yang dicairkan, dimana 2 diantaranya adalah cek yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi yaitu :
o Cek No. CI 008893 yang untuk pembayaran Dana Pembinaan KKG/MKKS, dan
o Nomor Arsip 16450047 yaitu untuk penyaluran Dana Tunjangan Sertifikasi.
- Tanggal 8 Januari 2011 ada 5 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 11 Januari 2011 ada 10 lembar cek penarikan yang dicairkan, dimana 2 diantaranya adalah cek yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi yaitu : Cek No. CI 008172 dan No. CI 008172 yaitu untuk pembayaran dana Bantuan Siswa Miskin.
- Tanggal 12 Januari 2011 ada 27 lembar cek penarikan yang dicairkan, dimana 1 diantaranya adalah cek yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi yaitu : Cek No. CI 008174 yaitu untuk pembayaran Dana Bantuan Siswa Miskin.
- Tanggal 13 Januari 2011 ada 15 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 14 Januari 2011 ada 3 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 17 Januari 2011 ada 2 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 19 Januari 2011 ada 2 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 20 Januari 2011 ada 6 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 21 Januari 2011 ada 3 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 24 Januari 2011 ada 2 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 25 Januari 2011 ada 1 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 26 Januari 2011 ada 1 lembar cek penarikan yang dicairkan.
- Tanggal 28 Januari 2011 ada 1 lembar cek penarikan yang dicairkan yaitu cek no, CI 008898 untuk pengambalian Uang Persediaan.
Berarti untuk periode waktu sejak masuknya dana Tunjangan Sertifikasi guru tgl. 30 Desember 2010, hingga tanggal 28 januari 2011, ada sebanyak 201 lembar cek yang masuk ke Bank Sumut yang digunakan untuk menarik tumpukan uang yang bersumber dari 30 SP2D tadi.
Yang menjadi pertanyaan adalah :
- Kenapa hanya uang yang ditarik dengan 9 lembar cek ini saja yang dikatakan Penuntut Umum bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi Guru ?
- Apakah cek yang lain yang dicairkan pada periode waktu 30 Desember 2010 hingga 28 Januari 2011 tidak bisa kita katakan bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi Guru ?
Padahal dalam rekening koran ini jekas terlihat bahwa kode transaksi, keterangan transaksi dan Nomor arsip dari 9 lembar cek yang dipermasalahkan Jaksa Penuntut Umum tidak berbeda dengan 192 transaksi penarikan uang yang lainnya yaitu sama-sama mempunyai data transaksi dengan kode : 102, Keterangan : TRK TUNAI CHQ, dan No. Arsip adalah Nomor seri Cek. Sementara untuk transaksi penyaluran Tunjangan Sertifikasi Guru tertera kode transaksi : 199, keterangan : Dana Sertifikasi TA dan No. Arsip-nya, bukan nomor seri cek seperti transaksi lainnya.
Ini membuktikan bahwa saya tidak benar melaksanakan semua yang dipersalahkan Penuntut Umum kepada saya. Dengan data rekening koran ini dapat menunjukkan :
- Bahwa Saya tidak menyalahi prosedur dalam menanda tangani cek penarikan dana BSM/BKKM, dan Pembinaan KKG/MKKS, sebab disini jelas terlihat ada masuk SP2D BSM/BKKM yaitu nomor 3517/SP2D/4/BUD/2010 tanggal 28 Desember 2010 dan SP2D pembinaan KKG/MKKS yaitu nomor 3356 /SP2D/4/BUD/2010 tanggal 29 Desember 2010 serta nomor 3651/SP2D/4/BUD/2010 tanggal 30 Desember 2010. Disini juga terlihat bahwa SP2D Tunjangan Sertifikasi Guru masuk tanggal yang sama dengan salah satu SP2D pembinaan KKG/MKKS yaitu sama-sama tanggal 30 Desember 2010, yaitu SP2D nomor 3696/SP2D/4/BUD/2010. Sedangkan cek untuk pengembalian Uang Persediaan (UP) adalah melaksanakan amanat Permendagri 13 tahun 2006 yang diperkuat dengan Surat Edaran Bupati nomor 903/3624/1973/DPPKAD/2010 tanggal 6 Des 2010, sebagaimana yang telah saya sampaikan dalam pledoi.
- Bahwa 9 lembar cek yang dipermasalahkan Penuntut Umum ini, tidak dapat dikatakan untuk menarik Dana Tunjangan Sertifikasi Guru, ataupun dana yang bersumber dari Tunjangan Sertifikasi Guru. Sebab dana BSM/BKKM dan pembinaan KKG/MKKS sudah masuk ke rekening bersamaan dengan tanggal masuknya dana Tunjangan Sertifikasi Guru seperti yang tetera pada data rekening koran ini. Demikian juga cek pengembalian UP tidak dapat dikatakan bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi, sebab dana ini adalah dana yang sudah ada sebelumnya dalam rekening Dinas Pendidikan sesuai dengan data yang ada pada Bendahara Umum Daerah. Kemudaian, untuk menguatkan bahwa dana yang ditarik dengan 9 lembar cek ini tidak bersumber dari dana Tunjangan Sertifikasi, dalam rekening koran ini tertera data transaksi yang sama dengan transaksi lainnya yaitu kode : 102, keterangan : TRK TUNAI CHQ dan nomor arsip : nomor seri masing-masing cek penarikan.
- Bahwa saya masih hanya 1 kali menandatangani cek penyaluran dana Tunjangan Sertifikasi Guru yaitu nominal Rp. 3.874.816.290,- yaitu untuk menyalurkan kepada 298 orang Guru, dengan dengan kode transaksi : 199 ; keterangan : Dana Sertifikasi dan No. arsip 16450047. Jadi tidak benar bahwa saya sudah menarik Dana Tunjangan Sertifikasi.
- Bahwa saya tidak ada bekerjasama dengan Halomoan untuk mengalihkan dana Tunjangan Sertifikasi Guru untuk membayarkan mata anggaran lain yaitu Pengembalian UP, Pembayaran BSM/BKKM, serta Pembayaran Pembinaan KKG/MKKS. Kalaupun dana Tunjangan Sertifikasi Juli – Desember 2010 hingga saat ini belum disalurkan, itu bukanlah akibat dari 9 lembar cek yang saya tanda tangani, tetapi diakibatkan oleh kebocoran rekening kas Dinas Pendidikan yang terjadi sebelum saya menjadi KPA, dimana kebocoran ini tidak pernah saya ketahui selama saya menjadi KPA, karena ditutup-tutupi Bapak Halomoan.
Dengan demikian data rekening koran ini sudah cukup kuat untuk membantu keterangan kami dipersidangan untuk membantah tuduhan Jaksa Penuntut Umum yang mengatakan bahwa “dengan sepengetahuan saya telah menggunakan Dana Sertifikasi guru untuk menutupi mata anggaran lain akibat kebocoran kas yang sudah terjadi dan yang sudah saya ketahui sebelumnya ?”
Yang mulia Majelis Hakim,
Penuntut Umum yang saya hormati,
Penasehat Hukum yang saya hormati,
Dan Pengunjung sidang yang saya sayangi.
Sejenak saya ingin mengajak kita semua untuk memandang permasalahan ini dari sudut pandang yang lain, yaitu dengan menggunakan logika suatu proses.
Mungkin kita sependapat bahwa tindak pidana korupsi itu selalu dilakukan secara rapi, terstruktur, provesional oleh oknum-oknum yang bermaksud melakukan korupsi. Begitu rapinya desain proses yang dilaksanakan, sehingga sangat sulit bagi pihak luar untuk mengetahui atau menemukan bukti-bukti. Demikian juga, begitu kompaknya semua mereka yang terlibat dalam suatu tindak pidana korupsi, sehingga sulit sekali tercium pihak luar. Mari kita amati perkara-perkara korupsi yang terungkap sekarang ini, dimana pada umumnya adalah korupsi yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya, dan pada umumnya terungkap setelah oknum yang melakukan melakukan korupsi itu sudah tidak menduduki posisi pada saat terjadinya tindak pidana korupsi tersebut.
Sementara yang terjadi dalam perkara ini adalah sebaliknya. Begitu saya masuk ke instansi ini baru 1 bulan, lalu menjadi KPA 2 bulan berikutnya, kebocoran ini sudah terungkap. Sebagaimana keterangan yang dikemukakan oleh Saksi korban Indra Bustami dan R.Beresman Sianturi, bahwa saya ikut merekomendasikan mereka untuk melaporkan persoalan ini ke aparat hukum. Saya merekomendasikan ini karena pada saat mereka mempertanyakan permasalahan ini ke Dinas Pendidikan, saya tidak mampu untuk memberikan penjelasan kemana raibnya uang Tunjangan Sertifikasi ini. Yang mana pada waktu itu, saya tidak bisa lagi bertanya kemana-mana, karena Bapak Halomoan selaku orang yang lebih mengetahui perjalanan kas Dinas Pendidikan telah memutus komunikasi dengan saya. Dalam hal lain, saya juga berkeinginan untuk ikut mendukung program Pemerintah, dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi di negara ini. Sekiranya saya bukan termasuk kelompok orang yang anti korupsi, atau sekiranya pada masa itu saya merasa telah mengetahui bahwa dana sertifikasi guru sudah dialihkan untuk membayar mata anggaran lain, alangkah idiotnya saya menyarankan para Guru ini melapor ke pihak aparat Hukum ?
Dengan sudut pandang ini juga, logis kita terima bahwa karena karakter saya yang menurut penilaian pak Hlaomoan tidak pernah mentoleransi penyimpangan penyaluran dana, sehingga Pak Halomoan tidak berani mengusulkan menunda pembayaran BSM tahun 2010 untuk dibayarkan dengan dana anggaran 2011, sebagaimana yang pernah sukses mereka lakukan mengelambui ketekoran kas pada tahun 2009.
Yang mulia Majelis Hakim,
Penuntut Umum yang terhormat,
Penasehat Hukum yang saya hormati,
Dan Pengunjung sidang yang saya sayangi.
Sampai saat ini saya masih belum tau apa peran saya yang salah yang mengakibatkan tidak terbayarkannya dana tunjangan sertifikasi kepada 233 orang guru di Labuhanbatu. Yang saya rasakan hingga saat ini adalah bahwa saya sudah dijolimi oleh mereka-mereka yang ingin membuang tanggung jawab korupsi yang telah mereka lakukan sebelumya kepada saya. Termasuk penjoliman yang dilakukan oleh Bapak Halomoan selaku bendahara yang telah membohongi saya atas kebocoran kas yang sudah terjadi sebelum saya menjadi KPA.
Tindakan penjoliman ini juga mereka lakukan terhadap karir saya, dimana sejak ditetapkannya saya sebagai tersangka oleh Polres Labuhanbatu sekitar bulan Juni 2011, sayapun dimutasikan dari Sekretaris Dinas Pendidikan ke Dinas Pemuda dan Olah raga Labuhanbatu. Cukup menderita saya akibat permasalahan tunjangan Sertifikasi Guru ini. Padahal keluarga saya sendiri adalah salah satu dari 233 guru yang belum menerima dana Tunjangan Sertifikasi yang bermasalah ini.
Yang mulia Majelis Hakim,
Penuntut Umum yang terhormat,
Penasehat Hukum yang saya hormati,
Dan Pengunjung sidang yang saya sayangi.
Pada kesempatan ini kembali saya utarakan bahwa saya mulai bertugas di Dinas Pendidikan adalah efektif sejak 1 Oktober 2010, dan menjadi KPA efektif sejak tanggal 1 November hingga 31 Desember 2010, berdasarkan SK Penugasan yang diterbitkan oleh Bupati labuhanbatu. Selama 9 bulan saya menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan, belum ada harta maupun simpanan saya yang bertambah sedikitpun. Demikian juga dengan pola hidup saya, tidak ada yang berubah walaupun saya pada masa itu sudah menduduki jabatan setingkat eselon III.a di kantor Dinas Pendidikan. Dan saya juga tidak ada mengenal semua oknum-oknum yang telah menerima aliran dana seperti yang telah diutarakan Bapak Halomoan dipersidangan, karena pada masa pemberian dana kepada oknum-oknum pemeras itu, saya belum bertugas di Kabupaten Labuahanbatu.
Keterangan ini menurut saya perlu saya utarakan sekali lagi sehubungan dengan referensi yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya yaitu Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 29 Juni 1989 Nomor 813 K/Pid/1987 yang mengatakan bahwa “unsur menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain atau suatu Badan cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi atau dihubungkan dengan perilaku terdakwa sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, karena jabatan atau kedudukannya”. Dengan keterangan saya tadi, kiranya referensi ini dapat dieliminir oleh Majelis Hakim dalam mengambil keputusan.
Demikian juga, dengan keterangan ini, saya berharap kiranya Majelis Hakim yang mulia dapat mengingat Pasal 37 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 dalam memutuskan perkara ini. Sebagaimana yang saya ketahui, bahwa pasal 37 ini adalah salah satu dari beberapa pasal yang jelas-jelas mengalami perubahan makna dari undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perubahannya adalah sebagai berikut :
Undang-undang No 31 tahun 1999 Undang-undang No 20 tahun 2001
Pasal 37
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.
(2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang menguntungkan baginya.
(3) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
(4) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambah kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
Pasal 37
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.
(2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.
Pasal 37 A
(1) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan.
(2) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
Dari semua keterangan yang telah terungkap dipersidangan, bukti-bukti yang telah kami ajukan, penjelasan dan bantahan dalam pledoi serta penjelasan dalam duplik ini, sebagai terdakwa saya juga berharap kiranya Majelis Hakim yang mulia dapat menggunakan pasal 51 KUHPidana sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara ini, yang isinya yaitu :
- ayat (1) : Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
- ayat (2) : Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Demikian duplik ini saya perbuat dan saya bacakan dihadapan Majelis Hakim dan dihadapan Jaksa Penuntut Umum, serta dihadapan Penasehat Hukum, kiranya benar-benar dapat digunakan menjadi bahan referensi dalam menetapkan keputusan (vonis) atas perkara ini.
Selanjutnya dengan segala ketulusan hati, pada kesempatan ini saya memohon maaf kepada Majelis Hakim, Tim Jaksa Penuntut Umum, Tim Penasehat Hukum serta seluruh pengunjung sidang jika senadainya ada tutur kata dan tata krama saya yang kurang berkenan selama berlangsungnya persidangan pemeriksaan perkara ini. Andaikan itu ada, niat saya tidak ada sedikitpun untuk menyakiti atau menyepelekan siapapun, akan tetapi niat saya murni adalah untuk melakukan pembelaan terhadap diri saya sendiri agar dapat terlepas dari jeratan hukum yang sudah didakwakan dan dituntut kepada saya.
Akhirnya mari kita sama-sama berdoa, kiranya Allah SWT, Tuhan YME memberikan kesehatan, ketenangan dan keteguhan hati kepada kita semua, terutama kepada Majelis Hakim yang akan memutus perkara ini, agar kiranya mereka diberikan pikiran yang jernih dan kesehatan yang sempurna dalam memutus perkara ini, sehingga putusan yang mereka tetapkan nantinya benar-benar putusan yang seadil-adilnya, dan dapat menjadi contoh pembelajaran Hukum yang berkeadilan kepada Masyarakat luas.
Sekian dan Terimakasih
Tanjung Gusta, 1 Februari 2012
Terdakwa,
ADI SUSANTO PURBA, S.Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar